Humaniora

Ketika Batang Keladi jadi Tumpuan para Ibu Wee Baghe Kais Rupiah untuk Biaya Hidup dan Uang Sekolah Anak

×

Ketika Batang Keladi jadi Tumpuan para Ibu Wee Baghe Kais Rupiah untuk Biaya Hidup dan Uang Sekolah Anak

Share this article

TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Waktu sudah menunjukkan pukul 15.20 wita di hari Jumat minggu lalu.

Namun keempat ibu itu terlihat belum beranjak dari tepi jalan yang berjarak kurang lebih 150 meter dari Pasar Rakyat Waimangura.  

Juga cuma belasan meter dari Poskeswan milik Dinas Peternakan Kabupaten SBD di jalur jalan negara yang membentang di sepanjang Waimangura ibu kota Kecamatan Wewewa Barat.

“Kalau pak mau beli saya kasih harga murah hanya 200 ribu untuk batang keladi ini,” tawar salah seorang dari keempat ibu itu sambil menunjuk tumpukan batang keladi di sampingnya.

Saya menggeleng sambil senyum. Selain sedang liputan, di kebun juga masih ada stok untuk konsumsi peliharaan di kandang belakang rumah.

Maria Bela Kii, pedagang batang keladi asal Desa Wee Baghe, Kecamatan Wewewa Selatan yang menggelar dagangan di pinggir jalan tak jauh dari Pasar Rakyat Waimangura. ( Foto Menara Sumba )

Namun rupanya ibu paruh baya yang kemudian saya tahu namanya Maria Bela Kii ini tidak patah semangat menawarkan dagangannya.

“Kalau ini harganya lima puluh ribu saja,” tunjuknya lagi pada tumpukan batang keladi agak panjang yang saya hitung jumlahnya cuma empat batang.

Lagi-lagi saya menggeleng sambil menimpali dengan senyum agar para ibu ini tidak merasa diremehkan.

Namun kemudian saya mengobrol bersama keempat ibu ini dan memberi penjelasan agar mereka tahu jika saya benar tidak butuh karena di kebun juga ada talas.

Menurut penjelasan Maria Bela Kii, mereka memang sengaja datang berempat agar bisa patungan bayar sewa pick up, kendaraan yang mengangkut tumpukan batang keladi nun jauh dari Wee Baghe, sebuah desa subur di Kecamatan Wewewa Selatan.

“Saat ini tersisa batang keladi yang bisa kami jual untuk kebutuhan hidup sehari-hari juga buat biaya sekolah anak-anak,” akunya terus terang.

Suasana pinggir jalan di jalur utama yang melintasi Waimangura, ibu kota kecamatan Wewewa Barat dipenuhi tumpukan batang keladi. ( Foto Menara Sumba )

Dituturkan Maria, dari lima buah hatinya salah seorang sudah di bangku perguruan tinggi. Karena itu butuh biaya tidak sedikit untuk menopang sekolah kelima anaknya, terlebih yang sudah kuliah.

Setelah panen jagung gagal akibat serangan belalang kembara, dan hasil bumi lain tidak menggembirakan, tersisa tanaman keladi yang jadi harapan terakhir.

“Keladi sangat cocok dan tumbuh subur di desa kami, tidak terlalu butuh perawatan tapi hasilnya menjanjikan ketika dijual, terlebih di musim kemarau seperti sekarang,” terangnya lagi.

Penjelasan ibu lima anak ini dibenarkan ketiga temannya dengan isyarat anggukan dan sesekali menyela dengan jawaban senada.

Meski tidak dijelaskan, saya juga tahu betul jika desa Wee Baghe, daerah yang dulunya masuk wilayah desa Weri Lolo ini adalah lembah subur yang cocok untuk berbagai jenis tanaman.

Keladi, terutama batangnya jadi salah satu hasil bumi unggulan yang setiap hari tiada habis diangkut dari perut bumi negeri Rara ini untuk memasok kebutuhan pakan babi di seantero SBD.

Maka tidak heran jika para ibu ini kemudian turun tangan sendiri karena batang umbi tanaman ini laku keras dicari para peternak babi.

“Kami bersyukur karena permintaan batang keladi tidak pernah sepi dan sangat terbantu dalam urusan biaya pendidikan anak,” tambah salah seorang ibu lain yang mengaku tidak mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).

Meski hanya seminggu sekali menggelar dagangan di bahu jalan protokol ini, namun para ibu pejuang rupiah ini bisa lega karena kucuran peluh dan jerih lelah terbayar lunas.

“Jika sampai sebentar tidak habis, besok saat hari pasar pasti laris tidak tersisa,” kata seorang ibu lain yang mengenakan sarung dan bertopi wol.

Sudah sekian tahun di setiap harinya pada ratusan meter sepanjang pinggiran jalan dekat pasar Waimangura berjejer tumpukan batang keladi yang tiada henti membanjiri area di lokasi itu.

Di tempat ini terjadi transaksi, ekonomi wong cilik menggeliat dari sekedar untuk kebutuhan asap dapur hingga membumbungkan harapan anak bangsa yang butuh biaya sekolah.

Batang keladi juga pelipur lara bagi peternak babi yang sudah pening dengan harga pakan pabrik yang kian meroket tidak terkejar dan untuk itu harus merogoh kocek dalam-dalam

Namun bagi keempat ibu ini, batang umbi talas adalah sumber rezeki tidak ternilai yang telah menyelamatkan ekonomi pertanian mereka dari kepungan belalang, juga efek samping bahan kimia herbisida, dan pestisida lain.

“Bagi kami batang keladi adalah sumber ekonomi yang tidak pernah putus menghasilkan rupiah untuk kebutuhan hidup dan sekolah anak,” tandas Maria Bela Kii mengakhiri pembicaraan sore itu.  ( Julius Pira )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *