Humaniora

Mama Kinde, Potret Buram Kaum Papa Terkucil dan Sepenggal Kasih yang Mengharu di Tengah Padang

×

Mama Kinde, Potret Buram Kaum Papa Terkucil dan Sepenggal Kasih yang Mengharu di Tengah Padang

Share this article

BONDO BODGHILA, MENARASUMBA.COM – Misa pemberkatan rumah Mama Kinde baru saja usai ketika saya tiba di halaman pondok kecil sederhana di tengah savana bumi Loura itu.

Saya hadir di sana setelah beberapa hari sebelumnya diajak Christofel Wungo, salah satu donatur utama pembangunan rumah janda yang tinggal berkebun seorang diri di tengah padang ini.

Namun pada Jumat (17/05/2024) itu, saya harus telat tiba karena beberapa kali nyasar gara-gara belum hafal alamat rumah Mama Kinde.

Mama Kinde saat dikunjungi Christofel Wungo ( kiri ) didampingi Esty Bili ( kanan ) usai diketahui keberadaannya tinggal dalam gubuk reyot selama puluhan tahun. ( Foto dok. pribadi )

Beruntung meski terlambat, saya masih bisa meliput penyerahan kunci rumah oleh Christofel Wungo, orang berhati baik yang mau berbagi dengan sesama.

Hari itu, hampir dua bulan berselang setelah tanpa sengaja Mama Kinde jadi viral usai diposting salah satu warga di media sosial.

Adalah Esty Bili yang bertemu ibu tua ini pada 20 Maret 2024 lalu saat tidak sengaja melintas dekat gubuk reyot yang bersebelahan dengan kebun kedelai miliknya.

“Kami membuka lahan kedelai di sana dan lokasinya tepat bersebelahan dengan kebun dimana gubuk Mama Kinde berada,” kisah Esty.

Istri Babinsa Koramil 1629-01/Laratama, Sertu Dominggus Ximenes ini mengungkapkan, sebelumnya tidak pernah terbayang di benaknya jika bertemu ibu tersebut.

“Tidak ada info sebelumnya tentang keberadaan Mama Kinde di situ, dan kebetulan saya melintas lewati jalan singkat di samping gubuk tersebut,” imbuhnya.

Awal pembangunan rumah untuk Mama Kinde oleh relawan dari TIm GESER yang dikoordinir oleh Esty Bili bersama suaminya. Sertu Dominggus Ximenes. ( Foto dok. pribadi )

Ketika itu adalah hari kedua ia dan suaminya turun ke lahan yang baru digarap dan tanpa sengaja menemukan Mama Kinde yang sedang merebus daun petatas (ketela rambat) untuk dijadikan sayur.

Esty sempat berbincang dan bertanya apakah ada nasi teman santap daun petatas yang sedang direbus itu.

Dengan lugu setelah membuka tutup periuk di atas tungku sang ibu renta ini menjawab jika daun petatas rebus tadi ia santap bersama singkong yang juga direbus.

Tak ada beras, apalagi minyak goreng. Cukup air untuk merebus sayur daun petatas dan singkong hasil kebun.

“Hati sangat terenyuh dan sambil mengobrol saya ambil video singkat,” sebut  Esty.

Ia kemudian tergerak hati untuk memosting video berdurasi 1 menit 14 detik itu ke media sosial melalui akun facebook miliknya.

Spontan ia lakukan, tanpa pikir panjang, jauh dari niat negatif apalagi untuk menyinggung pihak tertentu.

Murni tergerak hati sebagai sesama manusia yang terperanjat karena di zaman seperti ini masih ada orang, apalagi sudah lansia hidup dalam kondisi mengenaskan.

Misa pemberkatan rumah Mama Kinde pada Jumat (17/05/2024) yang dipimpin Romo Yustinus G. Kedi, Pr. ( Foto dok. pribadi )

Belakangan diketahui jika Mama Kinde yang aslinya berasal dari Desa Reda Wano, Kecamatan Wewewa Utara ini sudah menjanda sejak tahun 1991.

Sejak itulah ia memutuskan untuk meninggalkan kampung dan turun berkebun di Kampung Maradana, Kaghona, Desa Bondo Boghila, Kecamatan Loura.

Kebetulan satu-satunya adik Mama Kinde bersuamikan orang Loura dari Kaghona sehingga ia pun bisa ikut berkebun lalu membuat gubuk seadanya sebagai tempat berteduh.

Gubuk Reyot TInggal Kenangan

Dalam rentang waktu tiga puluh tahun lebih tinggal berkebun di Kaghona, Mama Kinde sudah dua kali berpindah gubuk yang dihuninya seorang diri.

Gubuk ini dibuat seadanya, beratap alang berdinding kayu namun bolong dan ditambal seadanya pula oleh tangan yang sudah renta.

Kendati hidup seorang diri namun ia sebenarnya punya seorang anak laki-laki yang pada beberapa tahun lalu merantau ke Kalimantan dan kini telah kembali di Reda Wano.

Mama Kinde dengan periuk di tungku sedang merebus daun petatas ketika pertama kali ditemukan oleh Esty Bili dalam pondok reyot itu. ( Foto dok. pribadi )

Karena berbagai kesibukan keluarga di kampung halaman, terkadang cuma setahun sekali saja ia dikunjungi anak cucunya.

Esty berkisah, saat dirinya mengupload video Mama Kinde di media sosial seketika banyak yang menanggapi, bahkan menghubunginya.

“Saya pun terkejut dan tidak menyangka postingan itu bisa viral, padahal spontan karena didorong rasa prihatin,” tuturnya.

Sejak saat itu banyak pihak yang menghubunginya untuk mengecek kebenaran postingan tersebut.

Bahkan, keesokan hari pondok reyot Mama Kinde ramai dikunjungi orang dari berbagai kalangan, termasuk pejabat pemerintah.

Pihak pemerintah menjanjikan untuk membantu pembangunan rumah layak huni namun kemudian urung karena harus menunggu waktu lama lantaran birokrasinya berbelit.

Pembangunan rumah Mama Kinde yang hampir rampung dikerjakan oleh relawan Tim GESER. ( Foto dok. pribadi )

“Mengingat kondisi Mama Kinde yang harus segera ditolong, maka saya dan relawan GESER sepakat memulai pembangunan rumah sederhana dengan dana yang sudah terkumpul,” lanjut Esty.

Dukungan kuat pun datang dari Christofel Wungo yang jadi tulang punggung Tim GESER (Gerakan Seribu Rupiah) dengan bantuan 20 zak semen dan 30 lembar seng.

Bersama suami, selama dua minggu Esty Bili mengkoordinir pembangunan rumah sederhana itu bahu membahu dengan relawan GESER.

Kini rumah reyot Mama Kinde sudah tidak tampak lagi di pelupuk warga Maradana yang tinggal di tengah padang Kaghona.

Benang kasih yang diuntai Esty bersama suami dan relawan GESER benar-benar menggeser penderitaan yang mengungkung Mama Kinde selama tiga puluh tahun lebih.    

“Semoga benang kasih yang sama bisa tersimpul untuk orang papa terkucil dan Mama Kinde lain di berbagai belahan bumi Loda Wee Maringi Pada Wee Malala ,” harap Esty Bili.  ( Julius Pira )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *