TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang meninggal di luar negeri setiap tahunnya tidak menunjukkan penurunan.
Pasalnya, PMI yang sakit parah dan meninggal kebanyakan sudah lama tinggal secara ilegal di luar negeri karena pada umumnya memang berangkat dengan cara tidak prosedural.
Hal tersebut dikatakan Kepala Biro SDM dan Organisasi BP2MI, Dr. Servulus Bobo Riti, kepada media ini, Senin (23/01/2023).
“Kita sama-sama prihatin atas kondisi yang menimpa para PMI, yang terus berlangsung dan senantiasa berulang pada setiap tahun,” ujar Bobo Riti.
Menurut mantan Direktur Sistem dan Strategi Penempatan Perlindungan Kawasan Amerika dan Pasifik BP2MI ini, kondisi tersebut dipengaruhi pula oleh kebijakan politik pada tataran pemerintah daerah.
Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya keberpihakan politik anggaran untuk penyiapan calon PMI baik di level provinsi maupun kabupaten/kota.
“Perbaikan ekosistem rekruitmen calon PMI oleh gubernur dan para bupati belum menyentuh calon PMI, masih sebatas di atas kertas kebijakan politik,” tandasnya.
Servulus, yang juga pernah menjabat Direktur Sosialisasi dan Kelembagaan BNP2TKI ini menyebut, sudah ada komitmen kerja sama antara BP2MI dengan beberapa bupati pada daerah sumber PMI di NTT.
Tapi hal itu masih sebatas MoU yang cenderung menjadi sleeping document. Sedangkan yang dibutuhkan adalah politik alokasi anggaran penyiapan dan pelatihan hingga sertifikasi, bahkan penempatan ke negara tujuan.
Pandangan tersebut pun sudah dituangkannya dalam rekomendasi disertasi sosiologi ekonomi di Universitas Indonesia tahun 2013 lalu, tentang adanya kealpaan negara (baca daerah) dalam penyiapan ketrampilan dan sertifikasi TKI/PMI.
“Jadi jauh sebelum UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI yang memandatkan pada pasal 40 ada 9 tugas tanggung jawab pemprov, pasal 41 ada 11 tugas tanggung jawab pemkab/pemkot, dan bahkan pasal 42 mengatur 5 tugas tanggung jawab pemerintah desa,” pungkasnya. ( JIP/MS )