Opini

Urgensi Penggunaan Bahasa Ibu: Membentuk Identitas dan Membangun Generasi Cerdas

×

Urgensi Penggunaan Bahasa Ibu: Membentuk Identitas dan Membangun Generasi Cerdas

Share this article

Oleh: Kristoforus Dowa Bili

Setiap tanggal 21 Februari merupakan hari khusus yang ditetapkan UNESCO sebagai hari bahasa ibu internasional (international mother language day) sejak 1999. UNESCO memandang hal ini penting sebagai momen kesadaran bangsa untuk menjaga setiap bahasa ibu dan mengestafetkannya kepada generasi penerus.

Tahun ini, hari bahasa ibu internasional diperingati pada Jumad, 21 Februari 2025, dengan tema: “Languages matter: Silver Jubilee Celebration of International Mother Language Day.” Badan Bahasa Nasional merayakannya pada 25 Februari 2025 dalam rangkaian kegiatan Gelar Wicara dengan tema “Bahasa daerah Mendukung Pendidikan Bermutu untuk Semua.”

Penulis juga memandang hal ini sebagai suatu kesempatan berharga yang dapat dimanfaatkan untuk memantik kesadaran khalayak dan terutama pemerintah daerah. Apalagi sehari sebelum peringatan hari bahasa ibu internasional, yakni 20 Februari 2025 adalah hari pelantikan para kepala daerah seluruh Indonesia, termasuk NTT dan 4 kabupaten se-Sumba.

Bagi penulis, tulisan ini penting agar pada awal masa kepemimpinan para kepala daerah, penggunaan dan pelestarian bahasa ibu mendapatkan atensi teknis regulatif untuk masyarakat, terutama dalam dunia pendidikan pada tahun pertama dan kedua.

Bahasa Ibu: Lebih dari Sekedar Alat Komunikasi

Bahasa ibu bukan sekadar instrumen untuk menyampaikan pesan. Ia adalah cerminan identitas, warisan budaya, dan jembatan penghubung kearifan lokal. Ia adalah kode yang membuka akses pada pemahaman mendalam tentang nilai-nilai, tradisi, dan sejarah suatu daerah.

Mengabaikan bahasa ibu dalam pendidikan berarti mencabut akar budaya anak-anak, merampas hak anak-anak untuk terhubung dengan identitas diri, dan menghambat potensi anak-anak untuk berkembang secara holistik.

Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim mengatakan bahwa “Kalau bahasa-bahasa daerah kita punah, itu berarti kehilangan identitas, kehilangan kebinekaan. Kita hilang bukan hanya sejarah, kita hilang semua jenis kearifan lokal yang ada.”

Pandangan di atas menengarai bahwa bahasa daerah yang punah dapat berdampak sistemik pada produk budaya seperti kehilangan identitas, keragaman, sejarah, dan jenis kearifan lokal yang terkandung di dalamnya termasuk nilai-nilai moral yang mesti diwariskan.

Sejalan dengan maksud di atas, maka elemen masyarakat, terutama pendidik dan pemerintah daerah penting mengambil peran untuk menjaga dan melestarikan bahasa ibu.

Masalah Penggunaan Bahasa Ibu

Laporan baseline menyebutkan bahwa “Siswa menghadapi hambatan bahasa di sekolah karena bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dan siswa terbiasa menggunakan bahasa daerah mereka sendiri.” (Inovasi, 2019).

Long Form Sensus Penduduk 2020 merilis penggunaan bahasa daerah yang semakin ditinggalkan generasi muda. Penggunaan bahasa daerah di keluarga dan luar keluarga (tetangga/kerabat) semakin berkurang dari generasi ke generasi. Generasi Post Gen Z (lahir 2013, dst) menunjukkan persentase (61,70) paling sedikit dalam menggunakan bahasa daerah.

Hasil-hasil kajian empiris dan ekplorasi di Sumba Barat Daya juga menunjukkan bahwa generasi kekinian cenderung menggunakan bahasa nasional, terutama warga di kota kabupaten dan kecamatan (2023, 2024).

Hemat penulis, paparan hasil kajian di atas cukup representatif untuk menyatakan bahwa bahasa ibu sedang semakin minim penuturnya. Dalam bidang pendidikan, siswa mengalami hambatan memahami bahasa Indonesia yang ia tidak pahami.

Oleh karena itu, diperlukan regulasi tingkat daerah yang dapat memberikan kepastian bagi masyarakat untuk mewariskan bahasa ibu dan guru agar menggunakannya dalam pembelajaran di kelas.

Ruang Implementasi Secara Regulasi

Secara regulasi, pemerintah telah mewadahi agar penggunaan bahasa ibu mendapatkan atensi oleh masyarakat dan pemerintah daerah.

Beberapa regulasi: Pertama, UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, pasal 33, ayat (2) disebutkan bahwa “Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.”

Kedua, UU RI nomor 24 tahun 2009, pasal 1, poin 6, menyebutkan bahwa “Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Selain itu, pada pasal 42, ayat 1 berbunyi: “Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.”

Kemudian, pada ayat 2 disebutkan bahwa “Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan.”

Ketiga, Keputusan Presiden nomor 63 tahun 2019, pasal 23: ayat 3, yaitu “Selain bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, atau bentuk lain yang sederajat pada tahun pertama dan kedua untuk mendukung pembelajaran.”

Keputusan presiden ini memberikan arah bagi pentingnya penggunaan bahasa daerah pada tahun pertama dan kedua, yaitu di kelas 1 dan 2 sekolah dasar.Dalam praktik pembelajaran, sebagian besar bahasa pengantar di sekolah merupakan bahasa Indonesia, namun sejumlah guru telah melakukan inisiatif menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di kelas awal (Inovasi, 2019).

Kendati demikian, inisiatif guru tersebut belum mendapatkan dukungan baik dari sekolah dan terutama pemerintah daerah sehingga praktik yang sesuai harapan belum berjalan secara sistemik, (Inovasi, 2019).

Identitas Budaya dan Keterhubungan

Bahasa ibu adalah cerminan identitas budaya seseorang. Menurut UNESCO (2003), bahasa ibu memainkan peran penting dalam pembentukan identitas individu dan kelompok.

Ketika anak-anak belajar dalam bahasa ibu, anak-anak tidak hanya memahami kata-kata, tetapi juga makna yang terkandung di dalamnya nilai-nilai, tradisi, dan kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Dengan demikian, apabila anak-anak menggunakan bahasa ibu, akan membantu ia merasa terhubung dengan komunitas dan memperkuat rasa kebanggaan terhadap warisan budayanya.

Membangun Generasi Cerdas

Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dalam bahasa ibu dapat meningkatkan hasil akademik siswa. Menurut laporan dari Bank Dunia (2018), siswa yang diajarkan dalam bahasa ibu memiliki kinerja akademik yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dalam bahasa kedua.

Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa anak-anak lebih mudah memahami konsep-konsep baru ketika diajarkan dalam bahasa yang ia kuasai. Pembelajaran berbasis bahasa ibu juga mendorong keterlibatan aktif siswa, karena merasa lebih nyaman untuk bertanya dan berpartisipasi dalam diskusi kelas.Dengan demikian, penggunaan bahasa ibu bukan hanya soal melestarikan budaya; ia adalah investasi untuk masa depan generasi mendatang.

Dengan memanfaatkan kekuatan bahasa ibu dalam pendidikan, kita tidak hanya menanamkan identitas budaya tetapi juga menciptakan individu-individu cerdas dan kreatif yang siap menghadapi tantangan global. Mari bersama-sama menyadari urgensi penggunaan bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari dan mendukung upaya pelestariannya demi masa depan yang lebih baik.

Akhirnya, semoga hari bahasa ibu internasional memantik perhatian pemangku kepentingan untuk memprakarsai penggunaan terutama mewadahinya secara teknis regulatif.

Penulis adalah guru SD (2006-2008), sekarang Dosen PGSD Unika Weetebula, sedang menyelesaikan tugas akhir studi doktor Pendidikan Dasar, Undiksha, Singaraja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *