WEWEWA SELATAN, MENARASUMBA.COM – Suasana memprihatinkan dengan kondisi teramat sulit masih dialami warga Desa Bondo Bela, Kecamatan Wewewa Selatan, Sumba Barat Daya, NTT.
Dalam sehari, anak-anak di desa ini harus berjalan kaki sepanjang 30 kilometer pergi-pulang hanya untuk bisa menimba ilmu, baik di sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama.
Hal itu diungkapkan kepala desa Bondo Bela, Matius Bili kepada media ini di sela kunjungan bupati SBD yang meninjau langsung kondisi jembatan gantung di wilayah itu, Kamis (15/06/2023).
Kepala Desa Bondo Bela, Matius Bili ( Foto. Menara Sumba )
“Anak-anak kami sangat kesulitan karena satu-satunya penghubung untuk bisa melintasi sungai Pola Pare menuju ke sekolah hanyalah jembatan gantung itu,” ungkap kades Matius Bili.
Selain kondisi jalan yang rusak parah, posisi jembatan yang berada di cerukan sungai merupakan persoalan lain yang harus dihadapi saat melintas di situ.
Ia menerangkan, saat dari Bondo Bela menuju jembatan jalannya menurun dengan bebatuan lepas, dan ketika sudah di seberang justru harus menanjak jalan terjal menerobos ilalang.
Karena itu pihaknya berharap rencana pemerintah untuk membenahi jembatan gantung dan membangun jalan sepanjang 3 kilometer di jalur ini segera terealisasi.
“Kami tidak punya pilihan untuk anak-anak bisa sekolah, karena SD maupun SMP ada di desa tetangga dimana untuk bisa ke sana satu-satunya cara adalah melewati jembatan gantung itu,” lanjutnya pula.
Tidak saja menyulitkan anak-anak yang hendak bersekolah, namun berbagai aktivitas dan mobilitas lainnya juga ikut terdampak akibat akses transportasi yang tidak memadai.
Kondisi jembatan gantung, satu-satunya sarana untuk menyeberangi sungai yang setiap hari dilintasi anak sekolah di Bondo Bela. (Foto. Menara Sumba)
Hal ini, sebut Matius, membuat pertumbuhan ekonomi di wilayah desanya sangat melambat karena masih tersekat isolasi akibat buruknya infrastruktur penghubung Bondo Bela dengan wilayah lain.
“Kami sangat kesulitan untuk memasarkan hasil bumi karena terkendala angkutan dari Bondo Bela menuju kecamatan atau kabupaten. Karena tidak berdaya petani pun jadi putus asa,” akunya.
Namun hal yang paling memilukan hati sang kades adalah perjuangan berat anak-anak untuk bersekolah yang tidak pernah hilang semangat meski setiap hari harus menghadapi kerasnya alam.
“Sebagai orang tua kadang iba melihat perjuangan anak-anak kami untuk bersekolah. Saat berangkat sudah mandi peluh dan capek, apalagi waktu pulang di siang terik,” ujar Matius.
Tragisnya lagi ketika musim hujan tiba, urusan sekolah otomatis jadi terganggu karena kondisi alam tidak bersahabat dan mengancam keselamatan jiwa anak-anak.
Orang tua pun dihantui cemas karena kuatir keselamatan buah hati mereka yang harus menerobos rintangan alam tidak bersahabat, meniti jembatan gantung yang licin dan bergoyang saat dilewati.
“Tahun lalu seorang warga terjatuh dari jembatan lalu hanyut di sungai dan jenazahnya ditemukan tidak jauh dari lokasi jembatan,” tutur kades yang baru menjabat satu periode ini.
Kades Matius tidak bisa menyembunyikan suka cita tatkala siang itu menyaksikan langsung kedatangan bupati dan rombongan yang hendak memastikan kondisi jembatan gantung di wilayahnya.
Pihaknya merasa seperti didatangi malaikat penolong, karena masih ada seorang bupati yang menyempatkan diri berkunjung melihat kondisi rakyatnya.
“Menjadi harapan besar kami apa yang sudah diutarakan bapak bupati segera terwujud nyata dan bisa dinikmati masyarakat di sini,” pungkas Matius.
Untuk diketahui, bupati SBD dr. Kornelius Kodi Mete berkunjung ke wilayah tersebut untuk melihat langsung kondisi jembatan yang ada di tempat itu.
Dalam kunjungannya, bupati berjanji akan memperbaiki sarana infrastruktur yang menghubungkan desa Bondo Bela dengan wilayah lainnya. ( JIP/MS )