JAKARTA, MENARASUMBA.COM – Jajaran Kejaksaan Negeri Sumba Barat mendapat dukungan penuh dari Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dana BOS di SBD.
Hal itu disampaikan Ketua KOMPAK Indonesia, Gabriel atas mencuatnya dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada sekolah milik Yayasan Tunas Timur (Yatutim).
Terakhir, viral sebuah rekaman percakapan diduga pimpinan Yayasan Tunas Timur, Dr Soleman Lende Dappa, S.Hut, M.Th, M.Pd.K (SLD) memarahi seseorang yang diduga kepala sekolah karena menyetor uang tidak sesuai permintaan.

Rumah kediaman Ketua Yayasan Tunas Timur, SLD di Kioloko.
“Kami dukung total Kepala Kejaksaan Negeri Sumba Barat dan jajarannya untuk berkolaborasi dengan Tim Supervisi dan Pengawasan KPK RI serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” ujar Gabriel.
“Supaya mendampingi dan melindungi whistle blower dan justice collaborator dugaan kuat tindak pidana korupsi dana BOS maupun dana pendidikan lainnya di Sumba Barat Daya,” imbaunya.
Whistle blower adalah istilah bagi orang atau pihak yang merupakan karyawan, mantan karyawan, pekerja, atau anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang.
Sedangkan justice collaborator (JC) adalah pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap tindak pidana. JC juga disebut sebagai saksi pelaku.
Dalam proses peradilan, JC memiliki peran sebagai tersangka sekaligus saksi yang memberikan keterangan. Untuk itu JC berhak mendapatkan perlindungan dan penghargaan.
“Kami dukung Pak Kajari dan jajarannya segera tangkap pelaku dan aktor intelektualnya!” tegas Gabriel.
Viralnya dugaan korupsi dana BOS dan penggelembungan data siswa pada sekolah milik Yatutim sangat kontras dengan fakta miris yang ditemui di lapangan.
Kondisi salah satu SMK Tunas Timur di Kecamatan Wewewa Selatan misalnya, terpantau staf pengajar tidak memiliki kompetensi tapi jadi guru di sekolah kejuruan kesehatan itu.
Terpantau di sana para siswa tidak sepenuhnya menerima pelajaran tapi tiba-tiba bisa ikut ujian dan lulus.
Fakta miris kondisi sekolah dan kegiatan belajar mengajar serta kesejahteraan guru yang memperihatinkan ini berbanding terbalik dengan keadaan hidup sang pemilik yayasan.
Hal itu terlihat dari rumah mewah yang ditaksir bernilai miliaran rupiah yang dibangun SLD di salah satu lahan miliknya yang dikelilingi pagar tembok.
Padahal publik mengetahui jika mantan calon wakil bupati SBD dalam pilkada 2024 ini tidak memiliki usaha bisnis. ( TIM/MS )























