Hukum

Kendati Sudah Darurat Human Trafficking, Pemerintah Daerah di NTT Dinilai Masa Bodoh dan Tidak Merasa Bersalah

×

Kendati Sudah Darurat Human Trafficking, Pemerintah Daerah di NTT Dinilai Masa Bodoh dan Tidak Merasa Bersalah

Share this article

JAKARTA, MENARASUMBA.COM – Kendati sudah darurat human trafficking, pemerintah provinsi dan 22 kabupaten/kota di NTT dinilai masa bodoh dan menganggap sebagai hal biasa tanpa merasa bersalah.

Padahal, jumlah pekerja migran asal NTT yang pulang dalam peti mati sejak Januari hingga Juni 2023 mencapai 61 orang ditambah satu anak dari salah seorang pekerja migran Indonesia yang umumnya ilegal dan rentan human trafficking.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia), Gabriel Goa kepada  media ini, Sabtu (10/06/2023).

Menurut pegiat HAM asal Ngada ini, meski NTT sudah dinyatakan sebagai wilayah dengan kategori darurat human trafficking tapi pemerintahnya tidak ambil pusing tentang hal tersebut.

“Di tengah rasa duka mendalam kita bersyukur bahwa jenazah Agnes yang sempat tertahan di lemari es pada kamar jenazah salah satu rumah sakit di Malaysia bisa diurus untuk dipulangkan ke Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT,” bebernya.

Saat ini, ujar Gabriel, tinggal jenazah Bibiana TKW asal Desa Sangu Ate, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya yang sedang dipersiapkan kepulangannya ke kampung halaman.

Menyikapi hal ini, PADMA Indonesia merasa prihatin dan terpanggil untuk mencegah dan menyelamatkan korban migrasi ilegal yang rentan human trafficking.

“Karena itu kami mendesak gubernur NTT untuk bertindak secepatnya mencegah migrasi ilegal yang rentan human trafficking,” tandas Gabriel.       

Ia meminta gubernur segera berkolaborasi dengan semua stakeholder dan secepatnya membangun Balai Latihan Kerja Pekerja Migran Indonesia (BLK PMI) dan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) PMI.

Hal ini, sebut dia lebih lanjut, sesuai perintah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan juga janji serta tekad gubernur NTT yang akan membangun BLK dan LTSA di semua kabupaten/kota di NTT.

Pihaknya juga mendesak gubernur NTT dan para bupati/walikota se NTT untuk segera menerbitkan pergub /perbup/perwalkot tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.

Hal ini sebagai implementasi dari perintah Perpres Nomor 22 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).

“Jika ini belum ada maka pernyataan presiden, Menko Polhukam, dan gubernur VBL hanya sekedar wacana saja sehingga mafiosi human trafficking tetap marak dan terus berjalan.

Dirinya mengajak semua pihak untuk mempersiapkan sumber daya manusia handal NTT dengan rebranding baru yang siap go nasional dan internasional menjadi duta pariwisata dan pahlawan devisa.

Ke depan, lanjut dida lagi, harus ada kebijakan publik yang diinisiasi DPR RI untuk perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.

“Dimana perlu ada BNP TPPO (Badan Nasional Penanggulangan TPPO) dan diatur pula tentang justice collaborator TPPO,“ pungkasnya. ( TAP/MS )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *