BETUN, MENARASUMBA.COM – Pembabat hutan adat Io Kufeu di Kabupaten Malaka terancam hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 100 miliar.
Hal tersebut dikatakan ahli hukum pidana Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikael Feka, SH, MH, menanggapi penolakan 4 suku besar di Io Kufeu atas pembabatan hutan adat di wilayah kecamatan Io Kufeu.
“Tindakan terpuji 4 suku besar tersebut dalam upaya melestarikan hutan adat di Io Kufeu patut dicontoh oleh suku yang lain,” ujar Mikael Feka, Jumat (23/06/2023).
Menurut Ketua Paguyuban TTU ini, kebijakan Kepala Unit Pelaksana Tenis Kesatuan Pengelola Hutan (UPT KPH) Malaka, Maria Yofita Seran, S.Hut yang sudah dua kali memediasi dugaan kasus pembabatan hutan lindung di Io Kufeu merupakan tindakan yang baik dan bijak
Tapi jika tindakan mediasi (non penal) yang telah dilakukan tersebut tidak berbuah hasil, keempat suku besar di Io Kufeu ini dapat menempuh jalur hukum.
“Kasusnya dilaporkan ke pihak kepolisian setempat untuk dilakukan proses sesuai hukum yang berlaku,” tambahnya.
Ia menyebut, pasal 1 angka 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, memberi kewenangan pula kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan daerah.
“Kewenangan diberi untuk melakukan penyidikan terhadap pembabatan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah,” tandasnya.
Karena itu Kepala UPT KPH Malaka bisa pula melakukan tindakan hukum sesuai kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang tersebut.
Ancaman terhadap pelaku diatur dalam Pasal 19 Huruf a dan atau b Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a dan atau Pasal 12 Huruf e Jo. Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Ancaman pidana maksimum 15 tahun penjara serta denda maksimum Rp 100 miliar,” jelas Mikael. ( TIM/MS )