HAMELI ATE, MENARASUMBA.COM – Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat menyentil sejumlah persoalan pembangunan NTT dalam momentum perayaan HUT ke 64 ini di Desa Hameli Ate, Kodi Utara, SBD, Selasa (20/12/2022).
Dengan ciri khasnya yang blak-blakan, sang gubernur fenomenal ini mengungkapkan pandangannya di depan para petinggi negeri Flobamora, dari tingkat provinsi hingga kabupaten dan juga warga yang hadir.
Tak lupa, harapannya tentang NTT yang makmur di tahun 2030 mendatang terbetik, memantik semangat baru yang mengharu, dan juga degup rasa bangga sebagai anak negeri Flobamora.
“Kita punya potensi sumber daya alam yang luar biasa. Ada kekayaan laut dan darat yang tidak semua daerah punya,” ujarnya lantang.
Menurut politisi berdarah Semau tersebut, stigma miskin yang selalu disematkan kepada penghuni provinsi berlogo komodo ini harus segera dihentikan.
“Caranya? Kita harus kerja keras, cerdas, menyudahi pola kerja yang biasa-biasa saja,” tandas kader Nasdem ini.
Menurutnya, hanya orang bodoh dan malas saja yang terus dihimpit kemiskinan kendati hidup di tengah negeri bergelimang kekayaan alam.
Soal utama yang dihadapi anak negeri Flobamora, sebut dia, adalah cara berpikir sempit dan keliru tapi tidak pernah disadari.
“Sejak saya dan Kaka Yoseph Nae Soi menjadi gubernur dan wakil gubernur, kami mengamati dan mencermati dengan sungguh-sungguh bahwa provinsi ini miskin bukan karena tidak memiliki sumber daya yang cukup,” ungkap Laiskodat.
Banyak pihak menganggap bahwa NTT tidak memiliki sumber daya alam yang memadai untuk digunakan mengangkat harkat dan martabat provinsi ini.
Provinsi NTT sangat kaya, tapi untuk memahami kekayaan ini orang harus punya kecerdasan, pengetahuan, kemauan, dan keberanian untuk melaksanakannya.
“Sekarang, terus dan terus kita akan menggerakkan ini tentang cara berpikir kita. Slogan NTT hari ini yang digagas Victory-Joss adalah NTT bangkit menuju sejahtera,” ucapnya.
Bangkit yang dimaksud, sebut gubernur, adalah bangkit cara berpikir dan cara kerja. Berpikir yang sempit, berpikir punya uang yang terbatas adalah cara berpikir orang miskin.
Orang kaya dan berpengetahuan memandang sebuah pembangunan besar berdasarkan gagasan, ide untuk membangun harapan baru, baik bagi dirinya dan sesama.
“Ciri khas berpikir orang miskin berdasar pada uang semata. Makanya cara berpikir orang yang miskin itu selalu start dari uang,” tukasnya lagi.
Gubernur menandaskan, pihaknya terus mendorong para kepala dinas, bupati dan wali kota, seluruh forkopimda, lembaga keagamaan, lembaga adat untuk senantiasa berkolaborasi.
“Selama jadi gubernur, saya lihat, wah provinsi ini miskin. Di kantor gubernur saja tidak ada kolaborasi antara pertanian, peternakan, dan industri,” ungkap Laiskodat.
Tiga hal penting itu saja, tuturnya berterus terang, hingga hari ini belum maksimal dikerjakan.
Ia mencontohkan program TJPS (Tanam Jagung Panen Sapi) yang merupakan cara kerja kolaboratif. Program ini adalah upaya untuk memanage agar limbah pertanian dapat dipakai untuk peternakan.
Dengan kolaborasi pertanian, peternakan, dan industri seluruh limbah pertanian di NTT dapat terpakai dan diurus dengan baik agar saat paceklik di musim kemarau bisa menyediakan protein yang cukup bagi ternak.
Ia menyebut, program tersebut merupakan salah satu contoh cara kerja kolaboratif yang baik. Namun ia tidak menampik, jika program ini belum maksimal hasilnya. “Tidak ada keberhasilan tanpa kolaborasi dalam bekerja,” pungkasnya. ( TIM/MS )