TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Paulina Ninda Moto mengeluhkan proses hukum terhadap anak kandungnya yang berjalan secepat kilat.
Kepada media ini, Rabu (12/03/2025) Paulina Ninda Moto (65) warga Desa Reda Pada, Kecamatan Wewewa Barat mengisahkan kronologi kejadian yang menimpa anak lelakinya.

Yosias Ngongo Malo saat masih berada di sel tahanan polisi. ( Dok. Keluarga )
Ibu paruh baya ini mengaku anaknya dituduh melakukan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur lalu dijemput polisi dan kemudian diproses tanpa prosedur hukum yang jelas.
Kejadian ini, sebut Paulina, bermula pada Kamis (07/11/2024) di Kampung Wano Oga, Dusun IV, Desa Reda Pada, Kecamatan Wewewa Barat.
Saat itu sudah pukul delapan malam ketika sejumlah orang datang ke rumah saat mereka sekeluarga sedang bersiap untuk santap malam.
Tiga orang perempuan merapat ke rumah panggung itu sambil mengamuk dan berteriak. Sementara lainnya yang terdiri dari laki-laki berteriak dari kejauhan.
“Mereka mencaci maki (dalam bahasa sehari-hari maki mai) cincang dia (katokko wa katopo) singkirkan dia tidak baik (kai na nya dana duaki),” kisah ibu tua ini dengan mimik sedih.
Ia kemudian bertanya kepada Yosias anaknya, mengapa orang-orang tersebut datang mengamuk dan mencaci makinya.
Yosias saat itu menjawab jika ia juga tidak tahu apa-apa, lalu kemudian turun ke bawah (bale-bale) sambil menjawab orang-orang yang datang mengamuk dan mencaci maki.

Surat perpanjangan penahanan tahap satu tertanggal 7 Januari 2025 yang baru didapatkan keluarga beberapa waktu lalu saat menjenguk Yosias di tahanan. ( Dok. Keluarga )
“Bunuh saja saya (tau ka pamate waga) tapi saya tidak berbuat salah apa-apa (takka da’iki parawi gu),” kata Paulina menirukan ucapan anaknya yang saat itu sudah terkepung.
Seketika itu makin banyak orang yang datang sambil berteriak dan kemudian Yosias yang sudah merasa terancam kembali naik ke atas.
Kejadian tersebut kemudian berlanjut dengan datangnya dua anggota polisi pada malam itu.
“Anak saya dijemput ke Polsek Wewewa Barat dengan alasan supaya aman dalam perlindungan polisi, tapi kemudian dibawa ke Polres dan kaget sekarang sudah di kejaksaan,” ungkapnya.
Selama Yosias ditahan dan diproses tidak secarik pun surat pemberitahuan yang dilayangkan kepada keluarga.
“Anak saya mengaku selama beberapa hari ia dipukuli saat di tahanan Polres dan karena tidak tahan disiksa akhirnya mengakui hal yang tidak pernah dibuatnya,” tutur Paulina.
Anehnya lagi, meski selama itu tidak pernah ada secarik surat pun yang diterima keluarga dari pihak polisi, surat perpanjangan penahanan tahap satu yang dikeluarkan pada tanggal 7 Januari 2025 akhirnya diperoleh salah seorang kerabat beberapa waktu lalu.
“Saat itu kami ke Polres menjenguk Yosias, namun ia sudah dipindahkan ke tahanan Lapas Waikabubak, dan saat itulah saya diberikan surat perpanjangan penahanan tahap satu yang dikeluarkan sejak bulan Januari lalu,” beber salah seorang kerabat Yosias.
Pihak keluarga merasa ada kejanggalan dalam kasus yang menurut mereka penuh rekayasa. Apalagi kondisi Yosias yang tidak normal jari kaki dan tangannya.
Lebih aneh, kata salah satu kerabat bernama Aste, Yosias dituduh memerkosa anak usia enam tahun saat membeli rokok di rumah anak itu dengan saksi ayah sang anak.
“Keluarga tidak pernah tahu tentang laporan polisi dan tidak ada surat penangkapan atau penahanan,” keluhnya.
Yang jadi tanda tanya keluarga, secepat kilat itu Yosias Ngongo Malo diproses dan mau disidangkan perkaranya.
“Kalau orang kecil seperti kami bisa secepat itu tanpa prosedur yang jelas. Tapi kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang sampai melahirkan tidak diproses meski sudah ada bukti jelas karena pelakunya orang berpengaruh,” katanya lagi.
“Proses hukum di SBD tajam ke bawah untuk kami orang miskin, tapi tumpul ke atas tidak menyentuh orang berada,” pungkasnya. ( JIP/MS )























