JAKARTA, MENARASUMBA.COM – Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK Indonesia) meminta kejaksaan segera mengusut kembali pembangunan Rumah Sakit Modern TTU yang mangkrak dan tidak terurus.
“Padahal pembangunannya telah menghabiskan uang rakyat dan selama ini sudah ditangani pihak kejaksaan,” ujar Ketua KOMPAK Indonesia, Gabriel Goa, Sabtu (24/06/2023).
Ketua KOMPAK Indonesia, Gabriel Goa. (Foto. Istimewa)
Menurutnya, upaya kejaksaan wajib didukung agar ada kepastian hukum dan pemenuhan hak atas keadilan masyarakat di bidang kesehatan.
Ia menyebut, fakta membuktikan bahwa bangunan RS Modern TTU yang berlokasi di Kelurahan Tubuhue, Kecamatan Kota, Kabupaten TTU tersebut juga menyalahi aturan.
“Berdasarkan keterangan mantan Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandez lokasi itu tidak sesuai dengan Perda Tata Ruang Kota,” tambahnya.
Selain itu, pada lahan tersebut juga masih tercatat sertifikat tanah pribadi atas nama D padahal sudah dilakukan pembayaran ganti rugi bukan hibah.
Mengingat bahwa berkas perkara terkait pembangunan RS Modern ini sudah di tangan jaksa, maka pihaknya mendukung penuh upaya pengusutan kasus tersebut.
“Kami dukung penuh Kepala Kejaksaan Negeri TTU untuk segera menyelidiki secara serius soal mangkraknya pembangunan RS Modern yang menelan anggaran sebesar 36 miliar dan merugikan negara,” tandas Gabriel.
KOMPAK Indonesia juga mengajak solidaritas pegiat anti korupsi dan lembaga pers untuk mengawal proses penanganan perkara Tipikor yang sedang.dijalankan jajaran Kejaksaan Negeri TTU.
“Hukum jangan hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas, tapi mari bekerja keras dan serius melawan korupsi berjamaah ini menuju TTU yang bersih,” imbau Gabriel yang juga Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia ini.
Gedung RS Modern TTU yang dibangun di tahun 2008 hingga tahun 2009 pada masa bupati Gabriel Manek ini terbengkalai dan tidak pernah dimanfaatkan.
Raymundus Sau Fernandez, S.Pt yang kemudian menjadi bupati TTU selama dua periode dari tahun 2010 – 2020, memilih tidak melanjutkan pembangunan gedung tersebut karena mengangkangi Perda Tata Ruang Kota.
Saat itu bupati Raymundus meminta agar terlebih dahulu dilakukan audit, agar dapat diketahui besar anggaran yang dipergunakan, juga apakah pengadaan alat kesehatan ada atau tidak.
Sayangnya permintaan audit itu tidak dilakukan yang akhirnya membuat Raymundus Fernandez memutuskan untuk tidak melanjutkan pembangunannya.
Alasan Raymundus kala itu, pihaknya tidak menghendaki proses pembangunan tersebut berlanjut dalam kondisi bermasalah yang kemudian menjebak dirinya selaku pengambil keputusan.
Kisruh status tanah yang di atas kertas dinyatakan sebagai lahan hibah namun sesungguhnya ada pembayaran ganti rugi inilah yang jadi salah satu pokok sebab terbengkalainya keberlanjutan pembangunan RS tersebut.
Kini bangunan itu terlihat layaknya rumah hantu, dan sekian banyak alat kesehatan bernilai miliaran rupiah yang ada di dalamnya turut mubasir karena tidak pernah dimanfaatkan. ( TIM/MS )