Politik

Maju Sebagai Bakal Calon Bupati, Ndara Tanggu Kaha Teguh dengan Prinsip Oikumene

×

Maju Sebagai Bakal Calon Bupati, Ndara Tanggu Kaha Teguh dengan Prinsip Oikumene

Share this article
Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten SBD, Anthoneta Kura saat menyerahkan berkas tanda terima pendaftaran kepada bakal calon bupati Drs Ndara Tanggu Kaha disaksikan sekretaris partai Adam Mone (kedua dari kiri) dan sejumlah pengurus lain. ( Foto Menara Sumba )

TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Setelah rehat dalam kontestasi pilkada 2018 lalu, Drs Ndara Tanggu Kaha akhirnya memutuskan untuk kembali mencalonkan diri dalam pilkada tahun ini.

Niat mantan wakil bupati SBD periode 2014-2019 tersebut dibuktikan dengan pendaftaran dirinya pada sejumlah partai politik yang ada di kabupaten ini, Selasa (30/04/2024).

Saat mendaftar di sekretariat DPC Partai Gerindra Kabupaten SBD, ia menegaskan untuk setia merawat keharmonisan dan kesejukan bagi rakyat Loda Wee Maringi Pada Wee Malala yang berlatar belakang majemuk.

“Tanpa keharmonisan dan kedamaian kita pasti kesulitan dalam membangun daerah ini,” ujarnya.  

Karena itu, berbagai perbedaan yang ada mesti disatukan sehingga menjadi pondasi kekuatan yang berdampak signifikan bagi kemajuan daerah.

Sesepuh partai Gerindra ini mengaku, dalam mencari figur bakal calon wakil bupati yang akan mendampinginya ia tetap teguh pada prinsip oikumene.

Dari sisi keseimbangan wilayah dirinya mencari figur asal Wewewa dengan latar belakang yang berbeda.

“Saya berpanutan pada prinsip oikumene, dan kultur di NTT masih menuntut seperti itu, tidak bisa kita jalan sendiri-sendiri,” ungkap Ndara Tanggu.

Dari pengalamannya, seorang calon wakil bupati yang disandingkan begitu saja tanpa saling mengenal  lebih jauh kecocokan masing-masing akan mudah mengalami pecah kongsi.

Dalam perjalanan tugas, jika tidak merasa cocok akan mudah mengalami turbulensi dan sulit sekali digabungkan kedua kekuatan sehingga sering kali harus patah di tengah jalan.

“Saya beri contoh, orang pacaran tidak cukup 1 atau 2 minggu, butuh penjajakan lama agar bisa memahami pasangan kita, apakah bisa diajak susah dan senang,” katanya beranalogi.

Secara empiris, pengalamannya jadi wakil bupati selama 5 tahun di periode yang lalu menunjukkan bahwa tidaklah mudah memadukan dua hati, dua pemikiran, dan dua kekuatan dalam waktu singkat.

Sejatinya, butuh waktu lama agar bisa menemukan titik simpul yang dapat dikembangkan secara bersama.

Ia juga tidak sependapat dengan ide sejumlah pihak yang ingin memonopoli partai politik yang ada untuk dijadikan kekuatan bertarung dalam kontestasi pilkada.

Apalagi jika sampai menginginkan berhadapan dengan kotak suara kosong.

“Karena sudah ada pengalamam pada tiga daerah di Jawa dimana calonnya kalah saat melawan kotak suara kosong,” imbuhnya.

Dirinya mengimbau agar rakyat diberi keleluasaan menentukan figur potensial pilihannya dalam kontestasi yang demokratis dan kompetitif.

“Jangan sampai berpikir untuk meniadakan pesaing, karena bisa saja nanti keok dengan kotak suara kosong,” katanya lebih lanjut.

Idealnya, jika sudah terpenuhi syarat minimal jumlah kursi partai, biarkan kursi tersisa digunakan kontestan lain sehingga makin banyak figur yang ikut persaingan semakin bagus.

“Berikan pilihan kepada masyarakat, jangan ingin semua partai diambil. Itu namanya egois, merasa diri terlalu hebat,” pungkasnya.  ( JIP/MS )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *