humanities

Mana Tahan, jika Tak Ada Cinta

×

Mana Tahan, jika Tak Ada Cinta

Share this article

Bible Learning

Hari Minggu Biasa XXXI

Minggu, 03 November 2024

Sumber Inspirasi:

¤ Ulangan 6:2-6

¤ Ibrani 7:23-28

¤ Markus 12:2

Bunda Teresa dari Kalkuta, berkata: “Sebarkanlah cinta kemanapun engkau pergi. Jangan ada seorang pun yang datang menemuimu tanpa menjadi lebih bahagia ketika meninggalkanmu.”

Ini mau menunjukkan, bahwa cinta adalah sebuah hal yang penting dalam kehidupan manusia. Tanpa cinta, semuanya menjadi kering, hampa dan tak berdaya. Karena itu, manusia harus hidup dalam cinta dan kasih. Biarlah semuanya mengalir.

Bacaan Injil hari ini (Markus 12:28b-34) menjelaskan mengenai “Hukum yang utama.” Yesus secara terbuka menyampaikan kepada orang-orang Saduki. Di situ ada juga seorang ahli Taurat mendengar soal jawab tentang hukum dan perintah utama Allah. Lalu, mereka mau mencoba Yesus, dengan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?” (ay. 28b). Yesus menjawab pertanyaan mereka yang mau menjebak. Yesus mampu menjawab, dengan baik persoalan yang ditanya oleh mereka. Yesus lalu menjawab: Hukum yang utama ialah: “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” (ay. 30-31).

Maka, dengan jujur ahli Taurat itu juga memuji Yesus dengan berkata: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan tidak ada yang lain kecuali Dia.” (ay. 32). Ahli Taurat itu bisa menghargai pendapat Yesus, maka Yesus pun secara terbuka menghargai pendapat ahli Taurat itu. Yesus berkata: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” (ay. 34). Diskusi dan soal jawab itu menjadi baik, jika dalam prosesnya kedua belah pihak bisa saling mau mendengarkan, saling menghargai pendapat dan tidak memaksakan pendapat. Diskusi dan soal jawab yang baik, jika ada sebuah proses “berbagi”, tidak “ngeyel” dan debat kusir.

Mencintai dirinya sendiri adalah menerima diri sendiri apa adanya, termasuk pengalaman-pengalaman yang menyakitkan, entah yang disadari maupun tidak disadari. Jika kita tidak selesai dengan penerimaan diri kita, jangan pernah berharap kita bisa mencintai sesama, apalagi mencintai Tuhan. Bahwa dengan menerima diri sendiri apa adanya, kita dapat menerima orang lain seperti apa adanya mereka, tanpa menuntut orang lain menjadi seperti maunya kita.

Mencintai seseorang saat kita tidak merasa aman, adalah hal yang perlu diperjuangkan dengan keras. Inilah yang dimaksud dengan mencintai dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan.

Mencintai Tuhan saat kita memperoleh musibah, penderitaan, kegamangan hidup, keputusasaan, merupakan pergulatan batin yang mendalam dan memurnikan iman kepada Tuhan. Hidup seperti itulah yang disebut hidup yang bertumbuh, berkembang dan hidup yang selalu menghasilkan buah._

Lalu, bagaimana dengan kita?

Mencintai Tuhan dalam keadaan apa pun, menumbuhkan seseorang menjadi pribadi yang tenang, teguh, mantap, tangguh, pasrah, dan bahagia. Pribadi seperti inilah yang selalu diinginkan Tuhan bagi kita. Menjadi orang-orang yang mempunyai hati yang tulus, luas, dan dalam, yang selalu menebarkan ketenangan bagi siapa saja. Pertanyaannya: Sudahkah kita menjadi orang yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi kita dan mencintai sesama manusia seperti diri kita sendiri? Wallahualam. (DT).

Have a Great Sunday

@Dami Tiala

Umat Lingk. Ratu Kenyo

Ev. Gereja Paroki Santo Petrus & Paulus BABADAN Wedomartani, Sleman – Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *