TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Pekik adat ka’buara yang sering dikumandangkan dalam berbagai hajatan budaya kini telah diakui sebagai hak kekayaan intelektual (HAKI) Sumba Barat Daya.
Pengakuan terhadap warisan leluhur ini diumumkan dalam Festival Budaya Sumba Barat Daya yang dibuka Penjabat Bupati Ir Yohanes Oktovianus MM, Minggu (16/02/2025) di Alun-alun Kota Tambolaka.

Penjabat Bupati SBD unjuk kebolehan menari saat memasuki arena Festival Budaya Sumba Barat Daya. ( Foto Menara Sumba )
Dalam sambutannya, Penjabat Bupati SBD, Ir Yohanes Oktovianus, MM menegaskan, perjuangan untuk mendapatkan pengakuan HAKI adalah upaya pelestarian budaya leluhur.
“Kita tidak menyadari bahwa pekik adat ka’buara itu memiliki nilai seni yang luar biasa,” tandasnya.
“Pengakuan HAKI itu penting untuk mencegah pihak yang tidak bertanggungjawab mengklaim budaya kita karena tertarik dengan keunikannya,” kata penjabat bupati lebih lanjut.
HAKI adalah hak yang diberikan kepada pencipta karya intelektual untuk memberikan perlindungan hukum atas karya dan inovasi yang diciptakan.
“Ini bertujuan untuk melindungi pencipta dan karya ciptaannya, mencegah plagiarisme, eksploitasi atau pemanfaatan tanpa izin,” sebutnya.
Kerinduan untuk memperoleh HAKI tersebut, terang penjabat bupati, akhirnya terkabul setelah dipatenkan secara resmi oleh Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 14 Februari 2025.
Pengakuan atas pekik adat yang dalam bahasa Wewewa dan Loura disebut payaghau-pakallak, dan dalam bahasa Kodi disebut kayokong-khaghiliking ini menjadi momentum bersejarah bagi warga SBD.

Peserta Festival Budaya Sumba Barat Daya yang menghadiri acara pembukaan. ( Foto Menara Sumba )
Saat ini Sumba Barat Daya memiliki beragam jenis aset budaya yang belum dipatenkan.
Bahkan ada yang sama sekali belum terdaftar sebagai aset budaya Sumba, khususnya Sumba Barat Daya.
“Baru-baru ini saya ikut mengesahkan dan kemudian mendaftarkan aliran kepercayaan Marapu di Kementerian Kebudayaan RI yang jumlah pengikutnya mencapai 10 ribu orang,” jelasnya lagi.
Festival Budaya Sumba Barat Daya, kata dia, merupakan salah satu upaya memperkenalkan bermacam keunikan aset budaya tersebut untuk terus dilestarikan agar tidak punah.
Ia berharap lewat kegiatan tersebut, peserta festival menunjukkan kreativitas sebagai bentuk merawat beragam aset budaya lokal Sumba Barat Daya.
Acara pembukaan festival diawali dengan parade peserta dari 11 kecamatan, perwakilan OPD, dan sejumlah sekolah yang ada di kota Tambolaka.
Pembukaan Festival Budaya Sumba Barat Daya ditandai dengan tabuhan tambur oleh penjabat bupati disusul gemuruh pekik adat payaghau-kayokong oleh kaum yang disahuti dengan lengkingan suara pakallak dan kaghiliking para wanita.

Penjabat Bupati SBD, Ir Yohanes Oktovianus, MM sedang mencicipi penganan lokal di salah satu stand UMKM. ( Foto Menara Sumba )
Dalam laporannya, Ketua Panitia Festival Budaya Sumba Barat Daya, Agustinus Wora Wora, SPd menyebut, kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari
Pada hari pertama menampilkan lomba tari yang diikuti oleh peserta dari 11 kecamatan.
Sedangkan di hari kedua akan digelar fashion show dan lomba olahan pangan lokal.
Plt Kadis Pariwisata ini menjelaskan, lomba fashion show terbuka untuk umum menargetkan 50 peserta.
“Namun di luar perkiraan kami ternyata yang mendaftar mencapai 80 peserta,” imbuhnya.
Panitia juga menyediakan hadiah menarik untuk berbagai jenis lomba yang digelar tersebut.
“Hadiahnya dalam bentuk uang tunai yang diharap bisa bermanfaat untuk mengembangkan bakat dan kreativitas,” pungkas Agustinus. ( JIP/MS )












