JAKARTA, MENARASUMBA.COM – Kerja keras dan perjuangan Kementerian Luar Negeri RI melalui Direktorat Pelindungan WNI dan Perwakilan RI di Malaysia yang mendampingi keluarga korban Adelina Sau memperjuangkan hak-haknya patut diapresiasi dan didukung total.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pembina Lembaga Hukum dan HAM PADMA INDONESIA (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia), Gabriel Goa kepada media ini, Sabtu (10/02/2024).
“Ini bukti negara hadir membela harkat dan martabat warganya yang diinjak-injak seperti yang dialami Adelina Sau korban human trafficking asal Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur,” ujarnya.
Salah satu bukti lain perhatian pemerintah pusat adalah diabadikannya nama Adelina Sau pada salah satu ruangan di Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), termasuk bantuan untuk keluarga korban dari Menteri BUMN Erick Tohir.
“Sebagai lembaga yang ikut memperjuangkan keadilan bagi korban human trafficking, kami wajib bersyukur karena berkat Adelina Sau dan kawan-kawan, kini pemerintah Malaysia telah menerbitkan UU Human Trafficking,” katanya lebih lanjut.
Dampaknya, kasus korban human trafficking pasca Adelina Sau bisa diproses hukum dengan UU Human Trafficking di Malaysia.
Dengan demikian, tidak hanya penerapan melalui UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO di Indonesia, tetapi hal yang sama telah diterapkan juga oleh pemerintah Malaysia.
Terpanggil nurani kemanusian untuk terus menyuarakan dan membela korban human trafficking voice of the voiceless maka PADMA Indonesia menyatakan sikapnya.
Pertama, menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Menlu RI Retno Marsudi, dan Direktur Pelindungan WNI Judha Nugraha bersama jajarannya.
“Termasuk Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Malaysia, Hermono, dan Konjen RI untuk Penang serta semua pihak yang setia memperjuangkan hak-hak korban Adelina Sau,” sebut Gabriel.
Kedua, mendukung Kemenlu RI maupun Kedubes RI di Malaysia untuk kembali berkolaborasi memperjuangkan keadilan bagi Mama Mariance Kabu, korban human trafficking yang saat ini kasusnya sedang disidangkan di Malaysia.
Ia menandaskan, sangat diperlukan kolaborasi pentahelix antara pemerintah, lembaga negara, lembaga agama, CSO, dan pers untuk mengawal ketat proses hukum yang sedang berlangsung.
Pihaknya juga mendesak Pemprov NTT untuk segera membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO serta segera membangun dan memperkuat Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK LN) dan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di NTT.
Pemprov NTT juga harus gencar dengan Gerakan Masyarakat Anti Human Trafficking dan Migrasi Aman (GEMA HATI MIA) secara massif.
“Gerakan ini harus dimulai dari tingkat desa karena NTT sudah dalam kondisi darurat human trafficking. Stop Jo Bajual Orang!,” pungkas Gabriel. ( TAP/MS )























