Feature

Bagi Pengalaman, Pelipus Uma Kalada Berkisah Suka Duka 15 Tahun Pegang Nozzle di SPBU

×

Bagi Pengalaman, Pelipus Uma Kalada Berkisah Suka Duka 15 Tahun Pegang Nozzle di SPBU

Share this article

TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Akhir-akhir ini penertiban terhadap para penimbun BBM bersubsidi gencar dilakukan aparat Polres SBD.

Pasalnya, seluruh SPBU penyalur BBM bersubsidi tidak berkutik diserbu dan dikuasai kendaraan para pengepul pertalite.

SPBU 54.872.02 Benita di Desa Rada Mata, Kota Tambolaka tempat dimana Pelipus Uma Kalada menjalani tugas sebagai pengelola. ( Foto Menara Sumba )

Bahkan, dua pelaku penimbunan BBM bersubsidi sudah diproses hukum setelah terciduk beberapa waktu lalu.

Pemandangan semrawut jadi hal lumrah di setiap hari saat penyaluran BBM bersubsidi dilakukan.

Meski di SBD saat ini sudah tujuh SPBU yang beroperasi melayani penyaluran pertalite, namun tetap saja tidak terurai kemacetan ketika layanan BBM bersubsidi itu dibuka.

Celakanya lagi, ketika layanan BBM bersubsidi sudah ditutup, di luar pagar SPBU justru siang malam sudah terparkir puluhan sepeda motor tidak bermodel.

Kendaraan pengepul BBM bersubsidi ini seolah mengirim isyarat jika mereka telah menguasai SPBU dan pertalite tidak diperuntukkan bagi konsumen biasa.

Pelipus Uma Kalada, salah satu mantan pengelola SPBU akhirnya angkat suara atas fenomena ini.

Kepada menarasumba.com Sabtu (08/02/2022) warga Kelurahan Waitabula yang pernah menjadi pengelola SPBU selama 15 tahun tersebut merasa miris atas kondisi yang terjadi saat ini.

“Memang soal tap minyak ini menjanjikan meski menyalahi aturan, karena masyarakat membutuhkan,” akunya.

Kegiatan penertiban oleh aparat Polres SBD pada salah satu SPBU mini di kota Tambolaka pekan lalu. ( Foto Menara Sumba )

Namun yang paling penting, kata dia, pihak SPBU bisa mengatur dengan baik dan mengutamakan konsumen biasa.

“Konsumen biasa kita utamakan dulu. Nanti baru kita bagi waktu pengisian untuk mereka dari sisa pertalite yang tidak terserap habis,” katanya lebih lanjut.

Kala itu, kisah Pelipus, di SBD (saat itu masih jadi bagian dari kabupaten Sumba Barat) hanya ada satu SPBU tempat dimana ia dipercaya sebagai pengelola.

SPBU 54.872.02 Benita di Rada Mata, Kota Tambolaka ini melayani satu wilayah SBD, bahkan termasuk konsumen dari Tana Righu (saat ini bagian dari kabupaten Sumba Barat).

“Kami juga merangkap tugas sebagai operator yang memegang Nozzle, sekalian jadi sekuriti, tenaga teknik, dan mengurus administrasi,” kenang Pelipus..

Berbeda dengan sekarang dimana ada sistem pembagian jam kerja karyawan ke dalam beberapa periode waktu berbeda yang disebut shift.

“Selama 15 tahun itu setiap hari kami kerja full time dengan hanya tiga orang tenaga,” kisahnya.

Tak Perlu Kiat Khusus, Cukup Ketegasan

Pelipus yang sudah belasan tahun meninggalkan SPBU tidak punya kiat khusus mengatur agar distribusi premium dan solar saat itu berjalan lancar.

Nampak sejumlah sepeda motor sudah diparkir di area SPBU padahal belum dibuka layanan untuk BBM bersubsidi. ( Foto Menara Sumba )

Tidak mengabaikan kepentingan konsumen utama, namun juga tetap bisa memberi jatah kepada para pengecer bensin yang dikenal sebagai tukang tap ini.

Ketegasan sikap sudah jadi prinsip utama Pelipus saat melayani konsumen.

Ada pro kontra, tetapi itulah resiko sebagai pelayan kepentingan umum yang harus siap diterimanya.

“Suka-duka itu selalu ada tapi kami tidak bisa gambarkan seperti apa, yang penting bisa melayani, menertibkan pihak konsumen, selesai itu perkara,” tuturnya polos.

Lagi pula sang direktur sekaligus pemilik SPBU menyerahkan sepenuhnya pengelolaan layanan konsumen di tangan Pelipus.

‘Saat itu direktur kami tidak mau ikut campur dalam pengelolaan layanan. Itu urusanmu katanya kepada kami,” kenang dia.

Saat itu pun sudah ada tukang tap yang menggunakan tangki rakitan ketika mengisi BBM di SPBU.

Pelipus memberi pemahaman kepada para tukang tap sehingga tidak ada kesan jatah bensin SPBU dimonopoli oleh pengepul minyak.

Ada kalanya ketika suasana tidak mampu diatasi, terpaksa minta polisi turun tangan.

Puluhan sepeda motor yang terjaring penertiban di SPBU Sheryn Indah, Tawo Rara Sabtu (08/02/2025) kemarin. ( Foto Menara Sumba )

Penyebabnya, sebut Pelipus, terjadi keterlambatan suplai minyak dari Depot Pertamina Waingapu sehingga bensin jadi langka.

“Tapi itu cuma keributan di luar area SPBU, tidak sampai timbul insiden,” imbuhnya.

Tidak ada pula kiat khusus untuk mengatasi tukang tap yang kadang hendak bertindak nekad tidak mengindahkan aturan.

“Cukup makan sirih pinang dan ngopi bersama, ketuk kesadaran mereka. Saya bilang kalau kamu sudah tidak hargai dan indahkan anjuran kami maka siapa lagi yang akan menghargai kami?” bebernya.

Teguh pada Prinsip Emergency

Melayani kebutuhan BBM bagi masyarakat umum tidak luput dari omelan, meski setiap hari sudah stand by di SPBU sejak jam enam pagi hingga jam delapan malam.

Terkadang juga harus siap melayani di luar jam itu misalnya ketika ada mobil Puskesmas yang mengantar pasien kritis.

Ada kalanya juga anggota polisi yang melaksanakan tugas kehabisan bahan bakar saat hendak kembali ke Mapolres di Waikabubak (saat itu masih gabung satu kabupaten).

“Biar sudah tutup kami siap buka karena sudah jadi salah satu prioritas, dan ini sering terjadi,” akunya.

Juga ada kendaraan pemerintah mendadak butuh BBM saat kunjungan resmi pejabat dari pusat atau provinsi, pasti diutamakan pula.

“Akibatnya kami diomeli publik yang kurang paham tentang hal-hal emergency dan jadi prioritas,” timpalnya lagi.

Menjalani profesi sebagai pemegang Nozzle, kata dia, penuh suka dan juga duka.

Pelipus merasa senang karena bisa mengenal banyak orang dari berbagai lapisan dengan profesi dan karakter beragam.

“Tidak senangnya ya, itulah sudah. Ada comelan-comelan dari berbagai kalangan, tapi kami siap menerima,” tutupnya. ( Julius Pira )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *