Iklim

Menguak Kisah Tsunami Tahun 1977 dan Mitos tentang Pulau Sumba, Jamur Bertangkai yang Menyembul di Permukaan Laut

×

Menguak Kisah Tsunami Tahun 1977 dan Mitos tentang Pulau Sumba, Jamur Bertangkai yang Menyembul di Permukaan Laut

Share this article

TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Kisah tsunami di tahun 1977 yang melanda kawasan Pantai Pero Konda, Kecamatan Kodi, Kabupaten SBD menyeruak dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG) Tahun 2023.

Kegiatan yang dihelat BMKG Stasiun Geofisika Sumba Timur ini berlangsung selama dua hari dengan pemaparan materi di hotel Sima Sumba Tambolaka pada Selasa (22/08/2023) dan simulasi evakuasi tsunami di Desa Pero Konda pada Rabu (23/08/2023).

Dalam sambutannya di Aula Hotel Sima, Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, Cahyo Nugroho, SE, S.Si menyebut, tingginya aktivitas gempa bumi di Pulau Sumba membuat pulau ini pernah dilanda bencana tsunami pada tahun 1977.

Pose bersama peserta SLG Tahun 2023 bersama Wakil Bupati SBD, Marten Kristian Taka, SIP dan Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar Cahyo Nugroho, SE, S.Si serta sejumlah pejabat lain.

“Kejadian yang dikenal sebagai The Great Sumba 1977 ini terjadi sesaat setelah gempa bumi pada tanggal 19 Agustus 1977, tepat 2 hari setelah peringatan hari kemerdekaan Indonesia,” paparnya.

Gempa berkuatan besar disusul tsunami mencapai ketinggian 15 meter ini telah menewaskan sedikitnya 316 orang.

Tragedi tersebut membawa duka mendalam tidak hanya bagi masyarakat Sumba tetapi juga bagi seluruh Bangsa Indonesia.

Saat membuka kegiatan tersebut, Wakil Bupati SBD Marten Kristian Taka, SIP yang juga salah satu saksi hidup gempa bumi tahun 1977 mengisahkan pula pengalamannya saat musibah alam itu terjadi.

“Kala itu saya masih kelas 1 SMP dan saat terjadi gempa bumi saya baru saja selesai meminumkan kuda pada salah satu sumber air di Elopada,” tutur wakil bupati.

Simulasi susur jalur evakuasi tsunami oleh peserta Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami Tahun 2023 di Desa Pero Konda.

Tidak biasanya, saat hendak pulang kuda yang ditungganginya meronta, ia lalu melompat dari punggung ternak tersebut.

“Setelah memijakkan kaki di tanah baru saya tahu jika sedang terjadi gempa karena bumi bergetar dalam tempo agak lama,” katanya mengenang kisah 46 tahun silam.

Bahkan, air Danau Wee Wini di Desa Kalaki Kambe saat itu sempat menghilang beberapa saat dan kemudian tiba-tiba muncrat dan meluap di permukaan tanah.

“Kebetulan saat itu orang tua saya berkebun di Kalaki Kambe sehingga kami juga mengetahui peristiwa air danau yang sempat menghilang dan kemudian meluap tinggi itu,” lanjutnya.

Kisah yang sama diungkapkan Kepala Desa Pero Konda, Koda Sigore saat simulasi evakuasi bencana tsunami di desa itu.

Koda Sigore, Kepala Desa Pero Konda salah satu saksi hidup dalam peristiwa gempa bumi dan tsunami yang terjadi di desa itu pada tahun 1977.

Ia masih ingat betul dimana saat itu dirinya masih duduk di kelas 6 SDI Pero ketika gempa bumi terjadi dan ia serta beberapa temannya sedang memandikan kuda di sungai.

“Tiba-tiba air sungai bergelombang dan saya sadar jika telah terjadi gempa bumi, lalu cepat-cepat menunggang kuda kembali ke rumah,” ceritanya.

Setibanya di rumah yang tidak jauh dari bibir pantai, ia mendapati warga berlarian karena panik manakala luapan air dari Samudera Hindia itu bergulung ke daratan.

Untungnya gelombang pasang tersebut tidak tinggi dan terhenti tidak jauh dari daratan yang kini sudah jadi lokasi home stay milik Ali Pua Stori, sesepuh di wilayah itu dan juga mantan Kepala Desa Pero Konda.

Namun hempasan gelombang dashyat itu menyeruak masuk ke muara sungai dan menyapu sebuah batu besar dengan bobot kurang lebih 10 ton.

“Warga panik lalu berlarian menuju daratan yang lebih tinggi dan beberapa lainnya dievakuasi dengan truk Pandua Tana yang saat itu hendak mengangkut pasir dari pantai Pero Konda,” kenang Koda Sigore.

Ada kisah lain yang sempat disentil Wabup Marten Kristian Taka saat membuka kegiatan SLG, mitos tentang Pulau Sumba yang konon disebut sebagai karang berbentuk jamur bertangkai yang menyembul di permukaan laut.

Mitos yang sudah tersiar cukup lama itu membuat bergidik penghuni Pulau Marapu, karena dapat dibayangkan apa yang terjadi jika tangkai jamur penopang Bumi Sandelwood ini patah.

Peta Jalur Evakuasi Tsunami Desa Pero Konda

Namun hal itu dibantah oleh Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, Cahyo Nugroho.

“Secara topologi geografi, di sini masih banyak tanahnya dan bangunan gunungnya dari kapur sehingga dapat dikatakan Sumba ini bukan pulau karang berbentuk jamur bertangkai seperti yang disebut dalam mitos itu,” jelasnya.

Ada pesan penting di balik kisah gempa dashyat dan tsunami yang benar nyata terjadi di tahun 1977, juga mitos tentang Pulau Sumba yang berbentuk jamur bertangkai.

Alam sering mengirim sinyal kepada kita untuk membangun kewaspadaan menghadapi berbagai ancaman bencana yang harus dilakukan sejak dini, salah satunya pengetahuan tentang mitigasi.

Di lain pihak seluruh penghuni Pulau Sumba juga harus menginstrospeksi diri, karena bencana yang terjadi mungkin karena murka alam yang terus dirusak, hutan dibabat dengan beringas.

Bencana tidak kita kehendaki namun juga tidak bisa dihindari dan kita tidak tahu kapan datangnya. Mari waspada dan merawat bumi yang kita huni.  ( Julius Pira )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *