Peternakan

Setelah Merugi Miliaran Rupiah Akibat Virus ASF Joni Maju Jaya Tak Jera Beternak, Bahkan kini Melebarkan Sayap pada Jasa IB

×

Setelah Merugi Miliaran Rupiah Akibat Virus ASF Joni Maju Jaya Tak Jera Beternak, Bahkan kini Melebarkan Sayap pada Jasa IB

Share this article

TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Watak petarung rupanya telah mendarah daging dalam diri Yohanes Ngongo, salah seorang pengusaha muda sukses asal Loura, Sumba Barat Daya.

Salah satunya ditunjukkan sang Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten SBD yang akrab dipanggil Joni Maju Jaya ini dalam usaha ternak babi.

Setelah merugi hampir 10 miliar tatkala ribuan babi yang diternakkannya mati akibat ganasnya virus African Swine Fever (ASF) gelombang pertama pada tahun 2020 lalu, tak kenal jera Joni kembali bangkit dan memulai lagi usahanya.

“Saya mengalami tekanan pikiran selama dua minggu saat 767 ekor babi besar dan ribuan babi lainnya mati dalam waktu sekejap usai terkena virus ASF,” ungkap Joni kepada awak media, Rabu (26/04/2023).

Salah satu petak kandang berisi babi dalam jumlah tidak terhitung. (Foto. Menara Sumba)

Akibat tekanan pikiran, semangatnya sempat turun hingga titik nadir dan butuh waktu lama untuk memulihkan rasa percaya diri yang sempat melorot itu.

Merintis kembali usaha yang sudah gilang gemilang namun harus tersandung di tengah jalan bukan perkara mudah jika tidak memiliki nyali tahan banting.

Nama Maju Jaya yang tersemat jadi brand usaha wiraswastawan muda yang hobi bertani dan beternak ini memang tidak semata cuma sebutan belaka.

Rupanya nama tersebut memiliki kekuatan dan jadi roh yang mematri semangatnya untuk terus maju pantang mundur menggapai kejayaan.

“Setelah sempat shock karena merugi akibat serangan virus ASF, saya merenung dan menemukan kembali semangat yang kemudian jadi titik balik untuk memulai lagi dari nol,” akunya terus terang.

Bangkit dari keterpurukannya, jiwa tidak kenal jera Joni Maju Jaya kembali menggelora untuk menggeluti lagi usaha ternak itu di kandang yang sama namun telah kosong melompong tanpa seekor babi pun.

Berguru pada pengalaman teramat pahit yang pernah menderanya itulah, ia menerapkan pola baru pada usaha ternak yang kembali dirintisnya tersebut.

Proteksi ketat ia terapkan, biosecurity jadi kata kunci untuk melindungi ternak peliharaannya dari serangan penyakit, terlebih virus ASF.

Manajemen tata kelola pada area kandang ia benahi dan proteksi super ketat benar-benar diberlakukan tanpa kompromi.

“Dari situlah usaha ternak ini kembali berkembang hingga berada pada kondisi seperti pada saat ini,” lanjut Joni.

Kini setelah usahanya pulih dan kembali normal, jumlah babi yang diternakkannya sudah mencapai ribuan ekor mendekati bilangan semula ketika virus ASF belum menghampiri lokasi kandangnya.

Usaha ternak yang digelutinya tidak saja dibenahi manajemennya, namun juga terus berinovasi dengan terobosan lain.

Salah satunya adalah jasa kawin suntik atau Inseminasi Buatan (IB) dari pejantan jenis durox dan lendris yang ditangani tenaga profesional khusus dan dididik untuk mengelola usaha tersebut.

Tyson, salah seekor pejantan yang disiapkan untuk keperluan IB (Foto. Menara Sumba)

“Ide ini tercetus tanpa sengaja sebagai tindak lanjut dari buah pikiran saya menerapkan biosecurity yang sudah ketat diberlakukan pada peternakan kami,” sebutnya.

Setelah virus ASF mengganas, kecemasan mulai menghantui karena sebelum itu jasa penyewaan pejantan masih dilakukan secara konvensional.

Ia berpikir keras mencari jalan keluar agar jasa sewa pejantan tetap berjalan tapi tidak lagi rentan dengan penyebaran virus karena ternak yang hendak dikawinkan harus bersentuhan fisik.

“Saya berpikir keras dan mencari refrensi dari berbagai sumber, lalu menemukan cara tepat melalui teknik kawin suntik,” tuturnya lagi.

Tidak setengah-setengah, ia memulai usaha jasa kawin suntik ini dengan menyediakan tenaga terlatih komplit bersama laboratoriumnya.

Tingkat keberhasilan pola kawin suntik ini, ujar Joni, dijamin seratus persen karena sebelum diaplikasikan kepada sang induk, sperma (semen) pejantan sudah melalui tahap pemeriksaan di laboratorium.

Saat pemeriksaan di laboratorium, hanya sperma pejantan yang normal dan benar-benar siap untuk membuahi sel telur indukan saja yang diambil.

“Laboratorium kami menyiapkan semen (sperma) beku dan tahan simpan sehingga layanannya juga bisa menjangkau hingga ke luar pulau,” terangnya.     

Menurut Joni, cara ini tidak saja aman namun juga amat praktis karena mudah dilakukan, bebas dari rasa cemas akan penyebaran virus karena tidak ada persinggungan fisik ternak yang hendak dikawinkan.

Dirinya mengaku tidak patah arang mencari solusi karena terpanggil untuk menumbuhkan lagi semangat beternak warga yang telah terpuruk akibat ganasnya virus ASF yang sudah berulangkali mewabah di wilayah ini.

Jika semangat itu tidak ditumbuhkan lagi maka dapat dipastikan masyarakat akan kesulitan memenuhi kebutuhan akan ternak babi yang sudah menjadi bagian dari budaya hidup orang Sumba.

“Jika kita putus asa karena ASF, maka masyarakat akan terbebani dengan harga babi yang semakin meningkat dan tidak terjangkau karena stoknya tidak tersedia,” tukasnya. ( TIM/MS )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *