TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Kondisi hutan di wilayah kabupaten SBD saat ini sudah sangat mengenaskan dan tinggal menanti punah.
Berdasarkan data yang dihimpun media ini dari berbagai sumber, degradasi hutan yang luar biasa ini terjadi akibat penebangan liar dan perusakan yang diikuti dengan pemanfaatan lahan hutan untuk dijadikan kebun.
Terakhir hutan Yawila yang sudah mendekati punah karena kawasan hutan adat nan keramat ini telah digunduli dan lahannya dirambah untuk dijadikan kebun.
Pemandangan paling mencolok lain nampak di kawasan hutan sepanjang jalur Watu Kanggorok hingga Wano Roto, Wewewa Barat.
Pemandangan hutan pinggir jalan di kawasan tidak jauh dari SD Kandelu Kutura yang berada di jalur Watu Kanggorok dipotret pada akhir bulan Oktober 2023 lalu. ( Foto Menara Sumba )
Sejak beberapa tahun ini banyak pohon yang sengaja dibuat mati dan kemudian lahan di lokasi itu dimanfaatkan untuk kebun jagung, padi, bahkan ditanami ubi, keladi, dan pisang.
Kepada media ini, Sabtu (27/01/2024) Stepen yang adalah salah seorang warga Desa Reda Pada, Kecamatan Wewewa Barat mengungkapkan kecemasannya atas kondisi hutan di sekitar desanya.
“Saya sangat kecewa karena dulu hutan di sekitar sini begitu rimbun dan tidak ada yang berani tebang pohon, apalagi sampai membuka kebun,” tuturnya.
Ia mengatakan, setelah pengawasan hutan tidak lagi ditangani pemerintah kabupaten orang mulai berani merusak hutan tanpa bisa dikendalikan.
“Sekarang orang terang-terangan babat hutan dan buka kebun tanpa ada tindakan apa-apa, menyedihkan betul karena semua kawasan sudah gundul,” tambahnya lagi.
Secara terpisah, hal senada diungkapkan aktivis LSM Pakta Sumba, Amos Siwa Wunu yang juga menyayangkan kondisi hutan yang mulai punah.
Aktivis LSM Pakta Sumba, Amos Siwa Wunu. ( Foto Istimewa )
“Saya secara pribadi sangat sesali terbukanya tutupan vegetasi tanaman di kawasan hutan Watu Kanggorok dengan apatisnya pihak pengambil kebijakan,” akunya terus terang.
Menurutnya, saat ini hanya menunggu waktu saja menuju pada gundulnya kawasan hutan Roko Raka-Mata Lombu, termasuk area Watu Kanggorok.
Sesuai foto Citra Satelit tahun 2018, sebut Amos, tutupan vegetasi hutan di SBD tersisa 8 persen sampai 10 persen.
Kondisi ini sangat rawan bagi keberlangsungan ketersediaan hutan sebagai penangkap dan penyedia air, serta berbagai hal lain yang menyangkut kehidupan manusia.
“Luasan tutupan vegetasi ini kemungkinan sekarang tinggal 6 persen sampai 8 persen dimana tanaman kayu sudah tergantikan dengan tanaman pangan musiman, padahal idealnya tutupan vegetasi harus 30 persen dari luas pulau,” imbuhnya.
Kondisi terkini hutan pinggir jalan di kawasan tidak jauh dari SD Kandelu Kutura yang berada di jalur Watu Kanggorok pada Sabtu (27/01/2024) dimana dalam kawasan hutan yang gundul sudah ditumbuhi jagung, serta di tepi jalan ditanami stek rumput dan pisang. ( Foto Menara Sumba )
Pada saat lalu ketika pengelolaan dan pengawasan hutan masih ditangani Pemkab SBD, lanjut Amos, seluruh kawasan masih dalam kondisi aman.
Terutama saat ada kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dalam kawasan hutan yang pengelolaan dan pemanfaatan hasilnya diatur, yaitu 60 tanaman buah dan 40 tanaman kayu atau 70 berbanding 30.
Namun akibat faktor pendampingan yang terbatas pada akhirnya semua jadi kebablasan, lanjutnya lagi.
Amos mengaku, saat ini setelah pengelolaan dan pengawasan hutan sudah ditangani Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) yang adalah perpanjangan tangan pemerintah provinsi, ia tidak lagi mengetahui programnya.
“Saya kurang tahu persis apa nama program yang sekarang dikembangkan oleh UPT Kehutanan karena sudah lama tidak bersinggungan dengan mereka,” tandas Amos. ( JIP/MS )