JAKARTA, MENARASUMBA.COM – Cuaca ekstrim akan melanda wilayah Indonesia di penghujung tahun 2022 hingga awal bulan Januari 20233. Kondisi ini antara lain menyebabkan intensitas hujan yang tinggi disertai angin kencang dan gelombang laut yang tinggi.
Demikian keterangan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D dalam sebuah wawancara oleh Metro TV, Rabu (28/12/2022).
Ia menyebut, perairan NTT di wilayah pulau Timor, Sumba, dan Flores akan mengalami gelombang tinggi. Pihaknya meminta agar kondisi ini diwaspadai, terutama untuk kegiatan pelayaran.
“Kami minta para pengelola pelabuhan dan penyeberangan untuk memonitor perkembangan cuaca melalui informasi BMKG. Karena informasi kami langsung masuk ruangan kantor di pelabuhan,” ujarnya.
Apabila memang membahayakan, terutama jika ukuran kapalnya tidak memadai agar menghentikan aktivitas pelayaran.
“Monitoring kami menggunakan radar, setiap menit perkembangannya diketahui dan BMKG mendampingi desainnya. Jika ada trend ekstrim, pelayaran sebaiknya ditunda,” tandas Dwikorita.
Ia menambahkan, sesuai hasil prediksi, puncak musim hujan akan terjadi pada akhir tahun ini. Untuk wilayah Jawa dan Bali puncak musim hujan dimulai pada bulan Desember hingga Januari tahun depan. Puncak monsun musim hujan itu karena antara lain dikontrol oleh menguatnya monsun Asia. Ini merupakan fenomena periodik yang terulang di setiap bulan Desember dan Januari.
Monsun Asia menguat dan menjadi ekstrim karena selain menguat, bersamaan terjadinya pada saat ini.
“Ada kemiripan dengan tahun 2019 dan 2020 lalu yaitu terjadinya seruak, khususnya daerah dingin dari dataran tinggi Tibet,” katanya lagi.
Seruak ini masuk melalui Selat Malaka, memasuki wilayah Indonesia bagian barat bersamaan dengan masuknya kumpulan awan. Kebetulan kali ini bersamaan dengan masuknya kumpulan awan hujan dari arah timur Afrika di Samudera Hindia.
Kumpulan awan ini berarak-arakan melintasi ekuator menuju Samudera Pasifik, tetapi saat ini tepat melintasi dan memasuki wilayah Indonesia mulai dari bagian barat.
Selain itu juga terjadi labilitas atmosfer di wilayah kepulauan Indonesia sendiri dan bersamaan juga dengan terjadinya pasang maksimum.
“Nah, seluruh fenomena itu terjadi bersamaan dan berakumulasi. Jika tahun 2020 itu bersamaan dengan La Nina moderat, kali ini La Nina-nya lemah dan pengaruhnya tidak sekuat di tahun itu,” pungkas Dwikorita. ( TAP/MS )