TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Lembaga pendidikan SMK Pancasila Tambolaka sudah tersohor di mata publik sebagai salah satu sekolah favorit yang diminati masyarakat.
Banyak orang tua ingin menyekolahkan anaknya karena tertarik dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai sekolah yang pada masa lalu dijuluki sebagai golgota ini.
Bagaimana tidak, kala itu SMK Pancasila hanya jadi pilihan terakhir bagi mereka yang tidak lagi mendapat tempat di berbagai sekolah yang ada di Sumba Barat Daya, ibarat tempat bersekolah para siswa buangan.
Adalah Aleks Rangga Pija, sosok muda bertalenta yang kemudian mengantar SMK ini menjadi sekolah favorit dan berhasil merebut simpati para lulusan SMP dari berbagai penjuru.
Gerbang depan SMK Pancasila Tambolaka, sekolah yang pada masa lalu dianggap sebagai golgota bagi siswa buangan namun kini menjadi salah satu sekolah elit di kabupaten SBD. ( Foto Menara Sumba )
Sarjana hukum yang banting setir menggeluti dunia pendidikan ini benar-benar piawai memimpin SMK Pancasila dan mengantar sekolah itu menjadi sebuah lembaga pendidikan berkelas.
“Padahal, alasan saya melamar jadi guru pada tahun 2003 lalu sangat sepele, karena mengejar cinta. Soalnya pacar saya mengajar di sekolah itu, dan ingin selalu dekat dengannya,’’ ungkap Aleks berterus terang, saat ditemui Jumat (28/07/2023) lalu.
Margarita Kaka Ndaha, sang pacar yang kini jadi pendamping hidupnya adalah salah seorang guru di SMK tersebut, dan demi alasan cinta ia tidak berpikir dua kali untuk alih profesi jadi guru, jauh dari latar belakang ilmu sarjana hukum yang disandangnya.
Tapi rupanya Tuhan punya rencana lain, karena talenta karier pria kelahiran Kalembu Bendu, Kodi Utara pada 15 Juni 1969 ini justru bersinar di dunia pendidikan, bukan sebagai advokat yang dicita-citakannya saat awal kuliah.
“Kami punya prinsip yang hingga kini jadi patron di sekolah ini bahwa suasana kerja dan aktivitas belajar harus menyenangkan semua yang terlibat di dalamnya, dengan membangun suasana kekeluargaan,” ujarnya membuka rahasia sukses mengelola pendidikan di SMK tersebut.
Dibarengi kendali manajemen dan bangunan relasi dengan berbagai pihak di luar institusi sekolah, lembaga pendidikan ini perlahan bangkit dan melejit reputasinya.
Pose bersama bupati dan wakil bupati SBD saat pelaksanaan SMKS Pancasila Expo 2022. ( Foto Menara Sumba )
Stigma sebagai sekolah untuk anak-anak buangan, benar-benar memicu pria beranak empat ini menggelora semangatnya dan mati-matian berjuang untuk menghapus stempel buruk itu.
Kepercayaan dan simpati masyarakat pun berhasil diraih karena teguh dengan prinsip menghadirkan proses belajar mengajar yang menyenangkan dan berkualitas.
“Pertama, siswa yang dipercayakan para orang tua untuk belajar di sini harus mendapat layanan yang mumpuni. Kedua, sebagai pimpinan harus mengayomi dan turut merasakan apa yang dialami para staf, bukan malah hidup dari kepemimpinan tersebut,” imbuhnya.
Ia mengaku jika capaian yang diperolehnya secara otodidak ini tidak lepas dari didikan masa lalu saat menimba ilmu di SMAK Anda Luri, sebuah lembaga pendidikan yang dikelola imam Redemptoris di Waingapu, Sumba Timur.
“Saya jadi penghuni asrama dimana para calon imam kongregasi Redemptoris tinggal dan kemudian jadi terbiasa dengan disiplin ala biara yang kita tahu betul sangat ketat,” ungkapnya.
Disiplin ala biara inilah yang kemudian menempa pribadinya dan menjadi karakter yang melekat pada dirinya sebagai seorang pemimpin pada lembaga pendidikan yang kini telah membuka sekolah dengan berbagai jenjang di beberapa tempat.
Salah satunya SMK Iceya Ndaha di Kodi Utara yang disebut sebagai kloning SMK Pancasila karena punya fasilitas berkelas dan menghadirkan pendidikan bermutu.
Tujuh tahun lamanya ia bersama rekan-rekan pengajar dan seluruh staf bahu membahu membenahi mutu SMK Pancasila hingga mencapai kondisi seperti saat ini.
Dari sebuah sekolah yang dulu sebagian gedungnya beratap alang dan berdinding gedek bambu, kini jadi sekolah mentereng lengkap dengan berbagai fasilitas praktek berkelas.
Aleks kemudian melanjutkan jenjang S2 di bidang pendidikan dan meriah gelar magister yang makin mengokohkan dirinya untuk berkiprah sepenuhnya di dunia ini.
“Saya terus belajar tanpa henti untuk membekali diri, dan juga agar bisa menyandang gelar di bidang pendidikan demi memenuhi kriteria wajib agar tidak dipecat oleh yayasan,” katanya berterus terang.
Saat ini, di bawah kepemimpinan alumni Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta tahun 1996 tersebut, lembaga pendidikan yang digawanginya itu berhasil mendirikan 6 SMK, 4 SMP, dan 2 SD.
Semua capaian itu tidaklah semudah membalik telapak tangan, ibarat sulap sim salabim lalu jadi. Namun berjuang keras dibarengi manajemen kepemimpinan dan disiplin yang berlandaskan nurani.
“Tanpa disiplin dan manajemen yang benar akan amburadul, bagaimana mengatur teman-teman untuk bekerja sesuai tupoksi. Sebagai pendidik ya harus mengajar dengan hati yang menyenangkan,” lanjut Aleks.
Tugas utama lembaga pendidikan SMK adalah menghasilkan alumni dengan skill yang bisa diserap oleh sektor usaha dan industri.
Ini adalah pekerjaan amat berat karena harus menempa kualitas siswa saat menjalani pendidikan sehingga benar-benar jadi tenaga siap pakai setelah tamat sekolah.
“Berangkat dari kenyataan ini maka seorang pemimpin harus punya kemampuan manajerial, apalagi sebagai sekolah swasta yang tidak mudah mencari dana untuk menunjang jalannya aktivitas belajar mengajar,” tuturnya.
Lembaga pendidikan swasta, sebut Aleks, menggantungkan hidup sepenuhnya dari pungutan SPP siswa, dan jika pelayanannya rendah maka kepercayaan masyarakat juga pasti rendah.
“Maka kami harus perkuat diri dengan pembelajaran yang menyenangkan, dan proses belajar mengajar yang berkualitas agar kepercayaan masyarakat tidak pupus lalu meninggalkan kita,” pungkasnya. ( Julius Pira )