Feature

Andreas, Sopir yang Kini Banting Setir Bertani Holtikultura

×

Andreas, Sopir yang Kini Banting Setir Bertani Holtikultura

Share this article

WEWEWA BARAT, MENARASUMBA.COM – Wabah COVID-19 yang sempat mengganas di penghujung tahun 2019 hingga tahun 2021 sangat membekas di benak Andreas Tanggu Solo.

Warga Kampung Weli Wano, Desa Kabali Dana, Kecamatan Wewewa Barat ini harus kehilangan pekerjaan sebagai sopir dump truck.

Sumber rezeki bagi keluarga yang didapatnya dari menyetir kendaraan proyek lepas begitu saja gara-gara dirumahkan sang majikan yang juga kehilangan order proyek.

“Saya betul-betul hilang harapan karena pekerjaan yang sudah bertahun-tahun saya tekuni harus ditinggalkan tanpa sepeser pun pesangon,” kisahnya kepada media ini, Minggu (04/06/2023) lalu.

Andreas yang baru saja pulang mengikuti misa hari Minggu di Gereja Santa Elisabeth, Stasi Kawango Dana ini menceritakan bagaimana sulitnya masa-masa awal ketika ia baru saja kehilangan pekerjaan.

Di tengah kesulitan hidup yang mengepung, ia harus memutar otak agar asap dapur tetap mengepul karena ada 5 buah hati, ditambah sang isteri, dan dirinya sendiri yang harus makan tiga kali sehari.

Beruntunglah, ibarat pelampung di tengah laut, ada BLT dan berbagai jenis guliran bantuan sosial pemerintah lainnya yang sedikit menopang gelisah ketika sumber rezeki baru belum ada.

“Tapi saya tetap tidak nyaman lalu bekerja apa saja, termasuk menggarap lahan keluarga untuk ditanami jagung. Yang penting ada sedikit sumber penghasilan buat sandaran hidup,” lanjutnya.

Memasuki tahun 2021, virus asal negeri Tiongkok ini makin menebar teror ketakutan layaknya malaikat pencabut nyawa hingga aktivitas umum pun dibatasi dan keleluasaan mencari nafkah makin terbelenggu.

SIM B1 Umum yang dikantongi Andreas benar-benar jadi barang tidak berharga, padahal saat memperpanjang masa berlakunya saja ia harus merogoh kocek hingga sejuta rupiah.

Tuntutan hidup yang jadi beban tanggung jawab di atas pundaknya tidak bisa diajak kompromi, apalagi soal urusan dapur dan kebutuhan sehari-hari lain memaksa Andreas untuk tidak berlama menganggur.

“Saat itu saya betul-betul kalut, dan ini yang pertama kali dalam hidup ditimpa kesulitan tidak terkira. Mau minta bantuan pada siapa? Karena kiri-kanan saudara dan tetangga juga alami hal yang sama,” kenang Andreas.

Ia lalu memeras pikiran dan mencari daya bagaimana caranya keluar dari kesulitan yang membelit itu dan kemudian menemukan ide untuk bercocok tanam sayur.

Tak sengaja ia terinspirasi dari siaran televisi yang ditontonnya, dimana dikabarkan petani sayur tetap eksis meski di tengah badai COVID-19 sekalipun.

Rupanya niat ini tidak bertepuk sebelah tangan karena Debora Talu sang isteri, termasuk salah satu putranya yang masih kelas V SD pun ikut bersemangat singsingkan lengan baju dan mati-matian membantunya.

Bekerja hingga larut malam sudah jadi hal biasa demi target yang harus terwujud. (Foto. Istimewa)

Lahan keluarga yang berlokasi di Wee Maro, Desa Pero pun digarap dan dijadikan petak bedeng yang ditanami berbagai jenis tanaman holtikultura, dan selebihnya ditanami jagung.

“Kami juga akhirnya masuk menjadi anggota Kelompok Tani Lara Moripa dan kemudian mendapat pendampingan dari Yayasan Bina Tani Sejahtera (YBTS) hingga saat ini,” jelas Andreas.

Dikunjungi pengurus Yayasan Bina Tani Sejahtera (YBTS) karena ketekunan memanfaatkan pekarangan rumah. (Foto. Istimewa)

Kendati masih skala kecil, setidaknya dari usaha cocok tanam holtikultura ini Andreas bisa memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Saat ini luas petak bedeng makin bertambah karena mengejar target produksi yang banyak, meski untuk itu bekerja hingga larut malam harus dilakukan agar penanganannya bisa tuntas tepat waktu.

Tidak itu saja, di sekeliling pekarangan rumahnya juga sudah tidak tersisa lagi lahan kosong karena dimanfaatkan untuk bercocok tanam sayur, cabai, dan berbagai jenis tanaman lain.

Salah satu sudut pekarangan rumah Andreas yang ditanami sayuran. (Foto. Menara Sumba)

“Kami perluas lahan bedeng karena menarget pendapatan untuk persiapan biaya sekolah anak yang pada tahun depan sudah harus masuk perguruan tinggi,” terangnya lagi.  

Beralih pekerjaan, dari sebelumnya duduk di belakang kemudi dan kini harus bermandi matahari mengayun pacul mengeluarkan tenaga tidak sedikit memang bukan hal enteng bagi Andreas.

Tapi pikiran jadi plong dan hatinya pun riang tidak terkira manakala menikmati jerih keringat saat hasil panen sudah dikonversi jadi isi dompet dan bisa memenuhi berbagai kebutuhan hidup keluarga.

“Kami juga tidak perlu repot memasarkan sendiri hasil panen karena pengepul langsung datang di kebun sayur untuk bertransaksi,” papar Andreas yang sebelumnya hampir 20 tahun jadi sopir.

Kini ia dan keluarga kecilnya makin mantap hati untuk menggeluti usaha holtikultura dengan tekun, mengembangkannya dalam skala lebih besar lagi.

Orientasi bisnis sudah dalam benak Andreas, tidak semata untuk memperoleh penghasilan yang cukup bagi keluarga, tapi lebih dari itu karena permintaan pasar pun demikian membanjir.

Untuk itu, ia juga makin berbenah sehingga produksinya kian berkualitas dan mengarah pada cocok tanam organik yang ramah lingkungan, menyehatkan, dan diburu oleh banyak konsumen.

“Kami tidak malu door to door meminta kotoran ternak peliharaan di sejumlah kerabat untuk dijadikan sebagai penyubur tanaman, selain pupuk organik cair bantuan dari salah satu anggota DPRD,” ujarnya.

Tidak sungkan dari rumah ke rumah meminta kotoran ternak untuk dijadikan pupuk. (Foto. Istimewa)

Konsep bertani organik yang kini jadi pilihan untuk usaha cocok tanam holtikultura tersebut bukan lantaran ikut-ikutan tren masa kini, tapi lahir dari kesadarannya untuk melestarikan lingkungan yang sudah tercemar bahan kimia. 

Ia mengaku hendak mewariskan teladan, minimal untuk anak-anaknya sendiri agar memulihkan kembali kondisi bumi yang kadung tercemar limbah kimia, salah satunya dengan bertani organik.

“Bertani organik itu tidak saja menyehatkan manusia yang mengonsumsi hasilnya tapi juga menyehatkan bumi yang selama ini sudah diracuni dengan berbagai jenis bahan kimia,” pungkasnya. ( Julius Pira )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *