TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Kiprah Dominggus Dama, SST, MT di dunia politik belum satu dekade namun jejak perjuangannya sebagai wakil rakyat sudah terlihat.
Setidaknya, rakyat telah menikmati peluh tanggungjawabnya selaku wakil rakyat pengemban amanah yang dititip lewat bilik suara pada pemilu 2019 lalu.
Pria kelahiran Lombu 27 November 1966 yang akrab disapa D. Dama ini sungguh menghayati bagaimana penderitaan rakyat kecil yang sampai hari ini masih jadi persoalan tidak tertuntaskan.
Karena itu ia memilih mundur dari nyamannya dunia birokrasi demi mengabdikan diri untuk rakyat lewat panggung politik yang terkadang penuh intrik dan hiruk-pikuk.
“Saya merasa tidak ada gunanya sebuah kenyamanan di kursi birokrasi jika tidak bisa berbuat banyak bagi sesama ole milla-ole dengo,” katanya berterus terang dalam sebuah bincang ringan seminggu yang lalu.
Dasar pemikiran inilah yang menjadi alasan kuat bagi dirinya meninggalkan kursi birokrasi dan terjun ke dunia politik untuk fokus bersama ‘ole milla-ole dengo’ yang jadi tagline perjuangannya.
Diskusi kecil itu berlangsung usai berkeliling sedari pagi hingga menjelang malam menjelajah pelosok menyambangi sejumlah stasi di Paroki Santo Agustinus Wano Kasa yang sebagian berada di wilayah SBD dan separuhnya lagi di wilayah Sumba Barat.
Kunjungan reses D. Dama disambut hangat Umat Stasi Wee Limma, Paroki St. Agustinus Wanno Kasa. (Foto. Menara Sumba)
Raut wajah wakil rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan ini tidak terlihat lelah meski hampir seminggu berkeliling merekam aspirasi rakyat lewat lembaga gereja, sekaligus berbagi kasih dari penghasilan sebagai anggota dewan yang disisihkannya.
Ia menyebutnya sebagai bentuk pemberdayaan bagi umat gereja yang walau tidak seberapa, namun setidaknya bisa menumbuhkan semangat membangun usaha ekonomi produktif dalam sebuah kebersamaan.
Bersama Jemaat GKSI Katukku Takka Wee Kurra, Wewewa Barat. (Foto. Menara Sumba)
“Alasan saya memilih lembaga gereja karena wadah agama ini berurusan dengan masalah rohani sehingga di situ akan tumbuh rasa tanggung jawab mengelola bantuan yang tidak seberapa itu agar benar-benar bermanfaat,” ungkap anggota Komisi IV DPRD Provinsi NTT ini.
Karenanya, usai dilantik sebagai anggota dewan ia telah memulai karya nyata ini kendati selama dua tahun setelah itu badai COVID-19 mulai menerjang dan keleluasaan dibatasi oleh protokoler kesehatan yang ketat.
Ia juga tidak gentar dengan wabah COVID-19 walau di Kota Kupang sendiri dimana kantor DPRD NTT beralamat tidak sedikit nyawa yang sudah terenggut virus ganas itu.
Bolak-balik Kupang-Sumba dilakukan di tengah temperatur kecemasan terhadap corona virus yang meningkat dan jadi momok mengerikan di benak segenap warga dunia.
“Saat itu saya amat yakin tidak akan terjadi apa-apa karena yang saya lakukan ini untuk sesama dan Tuhan pasti melindungi,” kenangnya.
Kondisi wabah ini pula yang tanpa sengaja melahirkan ide untuk membantu kegiatan olahraga bagi pemuda gereja dalam wujud bantuan satu set alat olahraga voli.
Pikirannya sederhana, biar sehat dan kaum muda gereja tidak jenuh karena adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang membatasi mobilitas warga.
“Daripada mereka kesana-kemari karena tidak ada kegiatan, lebih baik berolahraga di lingkungan gereja yang menyehatkan badan,” katanya memberi alasan.
Motivasi lain bagi pemuda diberikan dalam bentuk bantuan uang tunai sejumlah 1 juta rupiah untuk dikelola dan dikembangkan menjadi kas pemuda gereja.
Bantuan ini juga dimaksudkan agar kaum muda mengasah kemampuan wirausaha yang kelak bisa bermanfaat bagi lingkungan gereja itu sendiri.
“Sudah banyak yang berhasil mengembangkan dana ini, ada yang baru dua bulan modalnya sudah berlipat mendekati 5 juta,” akunya.
Bagi D. Dama, pemuda adalah tulang punggung masa depan bangsa dan gereja karena itu perannya harus didukung dengan berbagai dorongan motivasi untuk mandiri dan maju.
Sementara untuk warga gereja ia membantu alat pertanian berupa handpsrayer yang dimanfaatkan secara bersama oleh umat atau jemaat.
Tak pelak, dalam lawatannya terselip pula bantuan spontan tidak terduga ketika melihat kondisi yang sangat membutuhkan uluran tangan.
Salah satunya di Stasi Wee Limma, Desa Mata Wee Limma, Wewewa Timur dimana satu wireless untuk sarana ibadah dan bola kaki disumbangkan seketika itu.
Disaksikan Romo Edi Redo, Pr (duduk baju biru garis putih) dan Umat lain, D. Dama saat menyerahkan bantuan alat olahraga untuk OMK Stasi Wano Bo’u, Paroki St. Agustinus Wano Kasa. (Foto. Menara Sumba)
Demikian pula di beberapa stasi lain dalam Paroki Santo Agustinus Wano Kasa. Didampingi Pastor Paroki, Romo Edi Reda Pr, D. Dama menyumbang semen untuk pembangunan gereja di Stasi Bondo Kaniki dan Stasi Wee Weda.
Bantuan spontan dalam bentuk uang tunai 1 juta untuk masing-masing stasi itu diambil langsung dari dompet sang wakil rakyat karena tergerak hati dengan pembangunan gereja yang belum tuntas.
Semua lembaga gereja, kelompok tani, dan kelompok masyarakat lain di berbagai pelosok ia sambangi semenjak dilantik sebagai anggota DPRD NTT sekaligus memulai agenda bantuan pemberdayaan itu.
“Saya kunjungi seluruh wilayah di Sumba untuk menunaikan janji saat sosialisasi caleg, apabila terpilih pasti datang kembali meski memang tidak semuanya memilih saya,” tukas D. Dama.
Berbagai bentuk sumbangsih pribadinya untuk lembaga gereja dan kelompok masyarakat lain sudah dinikmati warga, baik sarana listrik dan PLTS untuk penerangan maupun fasilitas lain.
Salah satunya alat pengupas kemiri senilai 10 juta dan pemberdayaan kelompok tenun di Stasi Wano Bo’u, Desa Wee Limma yang saya saksikan langsung dalam kunjungan reses itu.
Tidak terhitung lagi bantuan lewat dana pokir serta bantuan yang bersumber dari dana lainnya diperjuangkan D. Dama dan sudah dinikmati masyarakat.
“Jika ada anggapan saya mempolitisir bantuan itu biarlah Tuhan yang tahu dan masyarakat menilainya sendiri. Bagaimana pun saya wajib melakukannya sebagai wujud tanggung jawab pengabdian,” tuturnya.
Ia tidak ambil pusing dengan berbagai tanggapan miring itu dan getol mengusung misi pemberdayaan bagi kaum masyarakat kecil yang baginya adalah ‘ole milla-ole dengo’ senasib sependeritaan dan harus disentuh dengan tindakan nyata.
Sejak dilantik, sudah 90 persen lebih pelosok wilayah SBD ia lawati dalam misi pengabdiannya sebagai wakil rakyat untuk berbagi kasih dengan sesama ole milla-ole dengo tanpa membedakan komunitas dan asal-usul.
Termasuk wilayah pada tiga kabupaten lainnya di Sumba ia kunjungi, kendati porsinya belum setara dengan lawatannya di SBD.
D. Dama berterusterang, karena alasan konstituen pemilihnya adalah warga SBD maka mau tak mau perhatian itu sedikit lebih untuk Loda Wee Maringi Pada Wee Malala.
“Ternyata kebutuhan masyarakat yang selama ini saya temui amat sederhana tapi kompleks, dan banyak yang belum tersentuh. Butuh upaya pemberdayaan yang lebih giat lagi agar kehidupan ekonominya membaik,” sebut D. Dama.
Karena itulah, ia tidak semata berharap pada dana pokir untuk memperjuangkan pemberdayaan masyarakat kecil, namun berbagai upaya lain dilakukan termasuk menyisihkan penghasilannya sebagai anggota DPRD.
Dirinya punya mimpi besar adanya progam yang bisa menyentuh langsung kebutuhan rakyat, tanpa lika-liku birokrasi yang rumit dan ribet.
Banyak hal yang menggelantung dalam benaknya dan mengusik pikiran tentang nasib warga yang masih kesulitan mengatasi beban ekonomi.
“Kita mulai dulu dari hal kecil dan sederhana ini karena memang masih terbentur dengan berbagai keterbatasan. Setidaknya kita tidak tinggal diam dan akan terus berbuat untuk rakyat kecil,” tandasnya. ( Julius Pira )