TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Tahapan pemilu legislatif 2024 telah memasuki babak penetapan daftar calon sementara (DCS).
Ada hal menarik dalam tahap pemilu legislatif 2024 kali ini di Daerah Pemilihan (Dapil) I Kabupaten SBD yang mencakup wilayah kecamatan Kota Tambolaka dan Loura.
Pasalnya, dua organisasi massa islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sama-sama menyodorkan jagonya untuk berkontestasi di pesta demokrasi 2024.
Abdullah Muhammad Idrus (ketiga dari kanan) bersama sejumlah pengurus PCNU Kabupaten SBD dalam sebuah acara menyambut satu abad berdirinya NU. (Foto. dok. pribadi)
Muhammadiyah sudah terlebih dahulu mendulang sukses mendudukkan kader terbaiknya Samsi Pua Golo di lembaga DPRD dalam pemilu 2019 lalu.
Tidak tanggung-tanggung, debut Samsi yang juga Ketua DPD PAN Kabupaten SBD di lembaga legislatif ini langsung meroket dan menyabet kursi wakil ketua DPRD SBD.
Hendak menyusul sukses Muhammadiyah, warga nahdliyin pun mengutus Abdullah Muhammad Idrus salah seorang kader NU yang sudah lama dielus untuk berlaga di medan pileg.
Pose bersama Abdullah Muhammad Idrus dan istri. (Foto. dok. pribadi)
Partai Kebangkitan Bangsa besutan Abdurrahman Wahid, figur legendaris NU yang juga presiden keempat Indonesia ini pun jadi kendaraan politik Abdullah Muhammad Idrus.
Padahal, salah satu pengusaha pribumi yang cukup sukses tersebut belum pernah sekalipun meniti kemampuan berkontestasi dalam pemilu legislatif.
Ditemui di kediamannya, Desa Rada Mata, Kecamatan Kota Tambolaka, Kamis (29/06/2023) lalu, Wakil Ketua Pengurus Cabang NU (PC NU) Kabupaten SBD ini terlihat sedang santai bersama keluarga.
Ini yang ketiga kali saya datangi kediamannya karena diganggu rasa skeptis, ingin tahu alasannya terjun di dunia politik, setelah dua kali sebelumnya gagal bersua dirinya di rumah berlantai dua itu.
Kesempatan itu datang setelah pagi harinya sudah membuat janji ketika meliput kegiatan pemotongan hewan kurban di rumah potong hewan (RPH) milik pemda SBD.
“Sebetulnya saya tidak pernah berpikir masuk dunia politik karena berbagai kesibukan terutama usaha bisnis yang sudah cukup menyita waktu selain tugas sebagai ketua DKM mengurus umat,” akunya polos membuka bincang sore itu.
Namun, keinginan kuat dan harapan besar umat agar dirinya maju di pemilu legislatif senantiasa membebani batinnya dalam gejolak dilema yang cukup pelik.
Pria kelahiran Waitabula, 10 Oktober 1972 ini akhirnya tidak bisa menampik manakala dorongan itu kian menggelinding disuarakan umat.
Peristiwa yang sama rupanya terulang, tatkala beberapa tahun sebelumnya ia juga diminta oleh Dewan Pimpinan Wilayah NU (DPW NU) Provinsi NTT untuk memimpin PCNU di kabupaten ini.
“Saat itu saya minta waktu untuk berpikir, sebagai seorang muslim saya pun meminta petunjuk dari Sang Khalik dan jika memang sudah ridho-Nya agar pikiran saya diringankan,” kenangnya.
Benar saja, usai istri dan anak serta keluarga mendorong pula dengan restu hatinya plong setelah sebelumnya ia kuatir jangan sampai menelantarkan amanah ini karena kesibukan bisnis.
Namun ia kemudian justru memberikan jabatan ketua PCNU kepada tokoh lain dan lebih memilih untuk berada di posisi wakil ketua yang diembannya sejak tahun 2021 lalu.
“Saya pikir tidaklah mudah menjadi ketua PCNU karena profesi pokok sebagai wiraswasta yang sudah repot mengatur waktu mengelola bisnis, ditambah tugas sebagai ketua DKM,” ujar Abdullah.
Sebagai ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di Masjid Al Falah Waitabula, ia dituntut untuk mengorganisir segala sumber daya yang dimiliki masjid, termasuk sumber daya jamaah dan pengurus DKM dalam menjalankan berbagai kegiatan keagamaan.
Konsekuensinya, ia harus berbagi fokus dengan benar agar tugas keagamaan dan pekerjaan pokok sama-sama berjalan, tidak ada yang terbengkalai.
Kini telah bertambah beban di pundak pemilik sebuah usaha bisnis yang sudah terkenal dengan brand Titipan Illahi tersebut setelah mantap hati memulai debut di gelanggang politik.
“Saya tidak punya ambisi, tapi mau tidak mau saya harus jawab harapan umat yang begitu besar dorongannya agar tidak merasa disepelekan,” papar ayah lima anak ini terus terang.
Gayung pun bersambut, manakala harapan yang sama juga datang dari pimpinan PKB di tingkat kabupaten, sehingga ia lantas berbulat tekad mengemban amanah tersebut.
Meski pijakan yang jadi pendorong utama itu datang dari umat, namun ia tidak mau mendasari perjuangannya dengan mengusung kepentingan golongan.
“Benar jika dorongan utama datang dari kalangan umat, tapi itu sangat naif karena saya punya keluarga juga relasi yang tidak seagama, jadi harus berjuang untuk semua,” ucapnya.
Filosofi hidup yang teguh jadi prinsipnya turut membulatkan tekad itu dan kemudian menyatu padu jadi semangat untuk tidak berpikir lama menentukan sikap.
Ia merasa hidupnya sia-sia jika sama sekali tidak bermanfaat bagi orang lain, meski sebagai manusia biasa tidak luput dari berbagai kekurangan.
“Saya rasa tidak ada artinya hidup yang hanya sementara ini jika sama sekali tidak bermanfaat dan berbuat sesuatu untuk orang lain,” tandas Abdullah menutup obrolan. ( Julius Pira )