TAMBOLAKA, MENARASUMBA.COM – Tidak sengaja siang itu saya mampir di bengkel Mas Yosep untuk mengelas standar sepeda motor yang hampir patah.
Selain sudah kenal baik dengan sang pemilik, di kota Tambolaka tidak dengan mudah kita bisa mendapati bengkel las seperti ini.
Pertama kenal Mas Yosep pada tahun 2011 saat kami mengerjakan persiapan turnamen sepak bola Bupati SBD Cup, bersama Ir. Zakarias Natara, MT selaku plt Ketua PSSI SBD saat itu dan saya menjabat plt sekretaris.
Hari ini, Sabtu (30/09/2023) di tengah panasnya cuaca pinggiran ibu kota kabupaten SBD, terlihat sejumlah orang tengah menekuni pekerjaan di bengkel itu.
Yosep Eko Prasetyo (ujung kiri) bersama Ir. Zakarias Natara, MT (kedua dari kiri, plt Ketua PSSI SBD saat itu) saat menyelesaikan persiapan Lapangan Pakamandara, Desa Lete Konda, Kecamatan Loura untuk turnamen Bupati SBD Cup. ( Foto. Menara Sumba )
Salah seorang sedang menyelesaikan pengelasan sebuah mobil pick up yang hampir seluruh bodinya sudah keropos.
“Kami tidak pasang tarif tinggi yang penting usaha bengkel bisa lancar dan pelanggan juga puas dengan layanan di sini,” akunya polos.
Sebuah usaha las rumahan saat masih bermukim di Rangga Roko, pertigaan jalan RS Karitas dan Bukit Sunyi Waitabula sejak tahun 2005 itu kini jadi bengkel kecil di pinggiran kali tepat di seberang kompleks Gereja Katedral Roh Kudus Waitabula.
“Awalnya tanpa modal sendiri, bantuan dari saudara dan pinjam mesin las milik orang lain,” kisahnya.
Hingga kini tidak pernah ada dukungan dana apa pun yang diperolehnya, cuma sekali saat baru merintis usaha di Rangga Roko ia dibantu dari Program Anggur Merah di masa pemerintahan gubernur Frans Lebu Raya.
Untungnya pihak gereja bermurah hati dan meminjamkannya lokasi yang kini jadi tempat usaha sekaligus tempat tinggal sejak tahun 2013 lalu.
Mau tidak mau ia tidak boleh patah semangat kendati rintangan yang harus dilalui bukan sedikit, karena ada empat buah hati dan sang istri yang jadi tanggungjawabnya.
Didukung dua tenaga utama, bengkel yang diberinya nama 369 (tiga enam sembilan) ini tetap eksis di tengah lesunya orderan dan sepinya pekerjaan proyek yang sudah beberapa tahun tidak lagi didapatkan.
“Order harian hanya las knalpot, dan beberapa pekerjaan las kecil lainnya. Tidak seperti dulu ketika masih ada proyek yang kita tangani,” tutur Yosep.
Mereka yang bekerja di bengkel itu pun bukan karyawan tetap, karena kebanyakan masih bertalian keluarga dari pihak istri.
Di bengkel 369 ini hanya bidang montir (servis mesin kendaraan) yang tidak bisa ditangani karena ketiadaan teknisi untuk itu.
Ia sebetulnya menginginkan adanya sarana transportasi untuk menambah income bengkel, namun lagi-lagi terkendala modal dan akhirnya harus gagal.
“Peralatan pendukung bengkel juga masih manual, tidak secanggih kayak bengkel-bengkel di kota besar karena keterbatasan modal,” ujarnya lagi.
Bagi pria asal Kediri, Jawa Timur yang pertama kali menginjakkan kaki di SBD pada tahun 1998 lalu dan setelah menikah di tahun 2000 sempat kembali ke kampung halaman ini, asal bisa menghidupi keluarga saja sudah disyukurinya.
Seiring berjalannya waktu kini sudah ada pula seorang putrinya yang diterima bekerja sebagai pegawai di sebuah kantor Pegadaian, satunya lagi sedang menyelesaikan studi di Universitas Narotama Surabaya pada jurusan teknik sipil.
Sedangkan anak lelaki semata wayangnya saat ini masih duduk di kelas XII SMAK St. Thomas Aquinas Waitabula.
Usia yang bertambah membuat Yosep tidak lagi menyimpan ambisi mengembangkan usaha bengkel las ini, kecuali jika ada anak-anaknya yang berniat untuk itu.
“Kita orang tua sebagai perintis, nanti ke depan terserah mereka jika merasa cocok untuk menggeluti dan mengembangkan usaha ini ya terserah saja. Apalagi anak laki-laki juga hanya satu orang saja,” katanya.
Sosok Yosep tidak berubah seperti pertama saya kenal di tahun 2011, teguh dengan kesederhanaan tatkala hampir semua orang mengejar ambisi duniawi yang terkadang menghalalkan segala cara,
Ia begitu mensyukuri nikmat Tuhan atas rezeki dari peluh usaha yang setiap hari digeluti bersama sejumlah kerabat, mengelola bengkel las kecil miliknya.
Yang pasti ia juga tetap menaruh harap dari nama 369 yang dijadikan brand bengkel tersebut, yang dikutip dari filosofi fengshui Cina, hal yang baru berangsur akan selalu sukses.
“Mungkin dengan angka itu juga meskipun tertatih usaha ini bisa bertahan sampai sekarang,” tandasnya. ( Julius Pira )