WANOKAKA, MENARASUMBA.COM – Kesadaran untuk melestrikan habitat dan ekosistem laut di kalangan nelayan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, NTT masih terpelihara hingga saat ini.
Salah satunya ditunjukkan Sony Roka Hawolung, nelayan setempat yang sudah malang melintang mengarungi birunya samudera di bagian selatan negeri maritim ini.
Sepanjang hayat melaut, seringkali tanpa sengaja pukatnya menjaring beberapa spesies hewan laut yang dilindungi. Terakhir empat ekor penyu masuk jaring di perairan Pantai Rua, beberapa waktu lalu.
Konsistensi ini tetap diperlihatkan pria 38 tahun tersebut, kendati badai menerjang perairan di kawasan itu sejak akhir Desember 2022 lalu yang berdampak pada seretnya hasil tangkapan.
“Sudah jadi komitmen kami untuk melestarikan ekosistem laut di perairan ini. Walau harga daging penyu cukup mahal kami tidak tergiur untuk memperdagangkannya,” tutur Sony kepada media ini pekan lalu.
Warga Lahi Hagalang, Desa Bali Loku, Kecamatan Wanokaka ini mengungkapkan, saat mencari tangkapan pukatnya sering menjaring berbagai jenis satwa laut yang dilindungi.
Terkadang banyak pula tawaran menggiurkan yang menggoda dirinya untuk memperdagangkan satwa laut yang terancam punah dan dilindungi undang-undang.
Bukan perkara melanggar hukum yang membuatnya takut, tapi rasa peduli yang membebani pikirannya. Bathinnya bergolak, tidak bisa mengkhianati laut yang sudah memberinya rezeki berlimpah.
“Kadangkala suara hati saya berkecamuk manakala hasil tangkapan sangat sedikit, bahkan nihil. Namun niat untuk merawat habitat laut yang selama ini jadi ladang rezeki tidak goyah,” akunya terus terang.
Ia tidak bisa berpaling lalu menggadai tekad yang sudah bulat itu dengan iming-iming rupiah hanya karena tangkapan nihil dan pulang bertemu isteri anak dengan tangan kosong.
Ia teguh pada prinsip, lebih baik pulang dengan tangan kosong daripada membawa jerih payah dari hasil merusak habitat perairan yang selama ini jadi ladang berkat.
Baginya, tidak semua isi samudera biru, bahkan yang sudah terjaring saat melaut, adalah jerih keringat yang bisa diuangkan.
Keteguhan prinsipnya inilah yang memancing perhatian Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang, Provinsi NTT.
Beberapa tahun lalu, lembaga ini memberinya penghargaan atas partisipasi Soni dalam konservasi biota laut dilindungi.
Mungkin karena kesetiaan menjaga ekosistem laut, ia meraih rezeki berlimpah dari hasil mengarung samudera biru dan berdampak pada hidup yang berkecukupan.
Sudah tiga kapal ikan yang dimiliki Soni, dipakai setiap waktu mengais berkat alam yang dilimpahkan Tuhan dalam hamparan laut biru.
Tidak sekalipun menanam atau memberi makan ikan, tapi setiap saat selalu panen hasil di laut lepas tanpa dibatasi.
“Ini alasan utama kenapa saya konsisten merawat dan menjaga setiap jengkal perairan yang sudah memberi rezeki berlimpah bagi kehidupan saya,” pungkas Soni. ( TIM/MS )